Today's Note

Tuangkan Isi Hatimu, Pikiranmu, Benakmu, Keinginanmu, Kenanganmu Dalam Tulisan, Karena S'mua Itu Tidak Bisa Kembali Lagi Untuk Kedua Kali.....

Kamis, 06 November 2008

Antara “Unemployment” dan “Poverty”

Kemiskinan adalah masalah global yang belum ditemukan solusinya secara konkrit. Di sini kita melihat kemiskinan dari sudut pandang kemampuan financial. Tak hanya Negara berkembang saja yang mengalami permasalahan satu ini, tetapi juga Negara-negara maju seperti Inggris yang pernah mengalaminya di sekitar penghujung abad ke-17. Namun, yang akan Saya paparkan lebih lanjut adalah di negara-negara berkembang dimana Indonesia termasuk di dalamnya, serta hal-hal yang berkaitan dengan kemiskinan.
Negara berkembang adalah negara yang memiliki standar pendapatan rendah dengan infrastruktur yang relatif terbelakang dan minimnya indeks perkembangan manusia dengan norma secara global. Dari sumber yang saya baca, ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu kemiskinan alami dan kemiskinan buatan. kemiskinan alami terjadi akibat sumber daya alam (SDA) yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan Buatan diakibatkan oleh imbas dari para birokrat kurang berkompeten dalam penguasaan ekonomi dan berbagai fasilitas yang tersedia, sehingga mengakibatkan susahnya untuk keluar dari kemelut kemiskinan tersebut. Pemahaman kemiskinan yang paling utama ada tiga yaitu gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Menurut salah satu sumber, kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum yaitu pangan, sandang, kesehatan, papan, dan pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya. Kemiskinan disebabkan oleh banyak hal antara lain etos kerja yang rendah, tingginya biaya hidup dan pembagian subsidi income yang tidak merata oleh pemerintah.
Sekarang ini, negara kita yang tercinta ini menuju pada industrialisasi, banyak masalah juga yang dihadapi guna mencapai tujuan tersebut, pemahaman masyarakat terhadap industrialisasi kebanyakan masih sempit, mereka takut jika budaya luar akan masuk dan menggerus budaya dalam negeri. Hal tersebut memang wajar jika dijadikan alasan untuk menolak industrialisasi, tak dapat dipungkiri, nilai moral bangsa kita kian lama kian tenggelam seiring semakin majunya teknologi. Sementara masalah kemiskinan belum juga terpecahkan, masalah yang lain muncul. Banyak hal yang sangat ironis menurut saya, bukankah Indonesia sedang menuju pada negara industri,tetapi mengapa pengangguran atau unemployment tak kunjung berkurang? Justru makin bertambah tiap tahunnya,apa yang salah??.
Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai 64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Orang yang tidak sedang mencari kerja contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa sekolan smp, sma, mahasiswa perguruan tinggi, dan lain sebagainya yang karena sesuatu hal tidak/belum membutuhkan pekerjaan. Aba beberapa macam pengangguran, yaitu pengangguran Friksional atau pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerjaan, pengangguran struktural atau keadaan di mana penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya, pengangguran musiman atau keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur, contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, dan pengangguran siklikal atau pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.

Masyarakat kita cenderung memilih-milih pekerjaan yang mereka anggap pantas untuk mereka disesuaikan dengan latar belakang pendidikan mereka. Padahal banyak lapangan pekerjaan untuk mereka andai saja ada kemauan untuk mencoba lapangan pekerjaan yang tersedia. Bekerja sesuai dengan pendidikan yang ditempuh memang bagus, tapi dalam kondisi seperti sekarang dimana “gengsi” akan menjadi penghalang terbesar untuk mendapatkan pekerjaan dan juga pengalaman. Karena pada dasarnya yang dibutuhkan sekarang adalah bagaimana memanfaatkan peluang yang ada dengan cerdas dan menjadikannya suatu lapangan pekerjaan bagi kita sendiri maupun untuk masyarakat luas.
Menurut data yang saya peroleh, pengangguran di Indonesia bertambah seiring melemahnya sektor industri sebesar 36,6 persen pada kuartal kedua tahun 2008 ini, dan diperkirakan pada tahun 2009 jumlah pengangguran akan meningkat sebesar 9 persen dari tahun 2008.
Ada banyak hal yang turut menyumbang jumlah pengangguran di Indonesia, contohnya adalah Perguruan Tinggi, bagaimana bisa??. Tentu saja bisa, Perguruan tinggi masih menjadi pabrik pengangguran sehingga terjadi pemborosan dana, waktu, dan sumber daya manusia. Untuk itu, pembukaan institusi pendidikan tinggi, terutama program-program studinya, perlu lebih cermat dan berhati-hati. Ini dikemukakan pengamat pendidikan dan Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Jakarta, HAR Tilaar. Jumlah sarjana yang menganggur melonjak drastis dari 183.629 orang tahun 2006 menjadi 409.890 orang tahun 2007. Ditambah dengan pemegang gelar diploma I, II, dan III yang menganggur, berdasarkan pendataan tahun 2007 lebih dari 740.000 orang. Pendidikan tinggi cenderung menjadi ’pabrik’ pengangguran. Itu tidak lepas dari kualitas pendidikan. Makin tinggi pendidikan, makin tinggi penganggurannya. Sungguh ironis bukan?? pendidikan yang selalu dibanggakan justru menjadi penyokong peningkatan jumlah pengangguran yang berarti juga meningkatkan angka kemiskinan. Lalu apa relasinya dengan industrialisasi??.
Terbatasnya lapangan pekerjaan menyebabkan pemerintah bekerja jeras menarik investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, sementara para investor itu sendiri akan mempertimbangkan normatif ketenagakerjaan di Indonesia serta kompetensi dari para pencari kerja, apakah produktivitasnya tinggi, karena mereka pastinya tidak menginginkan adanya loss yang ditimbulkan dari investasi itu sendiri. Jika tidak ada pembentukan lapangan kerja secara besar-besaran oleh adanya investasi maka untuk mengurangi pengangguran juga bisa dikatakan sulit, memang watak masyarakat kita masih cenderung sebagai pencari kerja.
Sementara itu upaya pemerintah untuk mengurangi angka pengangguran selama ini kurang mendapat tanggapan dari masyarakat. Itu disebabkan lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Untuk Departemen yang menangani masalah ini sudah melakukan berbagai upaya,sebagai contoh menyusun program dan kegiatan yang diarahkan untuk pencapaian Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja serta Program Perluasan dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Kegiatan yang dilaksanakan adalah:
a. Merumuskan pedoman atau petunjuk teknis, mengimplementasikan dan mensosialisasikan kebijakan pembinaan yang bertujuan untuk : membangun sistem peningkatan kualitas tenaga kerja, meningkatkan kualitas pelayanan di Bidang Perluasan Kesempatan Kerja dan Penempatan Kerja, meningkatkan kerjasama dengan lembaga-lembaga nasional maupun internasional, serta mendorong peranan masyarakat luas di Bidang Ketenagakerjaan meliputi pelatihan, penempatan dan produktivitas tenaga kerja.
b. Pengembangan Kesempatan Kerja, dalam T.A. 2003 telah dilaksanakan : perluasan lapangan kerja bagi 120.561 orang meliputi : pendayagunaan tenaga kerja pemuda mandiri profesional, tenaga kerja sarjana dan tenaga kerja mandiri terdidik sebanyak 67.734 orang, terapan teknologi tepat guna 4.855 orang, padat karya produktif 44.317 orang, penciptaan wirausaha baru 2.280 orang, pembinaan dan pendayagunaan anak jalanan dan pedagang asongan 690 orang, pengembangan model perluasan kerja 685 orang, penempatan Tenaga Kerja AKAD : 21.200 orang, pelatihan ketrampilan sebanyak 42.951 orang.
Di sini, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa, penigkatan pengangguran berbanding lurus dengan bertambahnya angka kemiskinan dan untuk mengatasi kemiskinan yang kian bertambah yang disokong oleh peningkatan jumlah pengangguran, perlu adanya kerjasama dari semua pihak, bukan hanya pemerintah yang dipaksa menyediakan, tapi kesadaran dari masyarakat itu sendiri untuk meningkatkan kompetensi dirinya agar mampu menghadapi persaingan dalam memperoleh pekerjaan yang layak, serta keberanian untuk mencoba hal-hal yang baru tanpa memperhatikan ada atau tidaknya lapangan pekerjaan dengan memanfaatkan kesempatan yang ada.

(by Q dhewe + dari beberapa sumber terpercaya)

Tidak ada komentar: