Today's Note

Tuangkan Isi Hatimu, Pikiranmu, Benakmu, Keinginanmu, Kenanganmu Dalam Tulisan, Karena S'mua Itu Tidak Bisa Kembali Lagi Untuk Kedua Kali.....

Sabtu, 16 Juli 2011

Aksesibilitas



Pengertian Aksesibilitas
Aksesibilitas adalah tingkat kemudahan untuk mencapai suatu tujuan lokasi, yang menjadi ukuran adalah jarak, waktu tempuh, kelengkapan dan kualitas dari fasilitas yang tersedia. Seperti jalan yang bagus, adanya swalayan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,dll. Tak jarang aksesibilitas menjadi faktor yang sangat penting untuk menentukan tempat tinggal, tempat bekerja ataupun untuk alasan pendidikan.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini bertempat di Jl.MT Haryono 41, di kelurahan Ketawang Gede-kecamatan Lowokwaru, Malang. Alamat tersebut dijadikan sebagai titik pusat hingga sejauh 2 Km pada arah barat, timur, utara, dan selatan.
Metode Penelitian
Metode yang dipakai adalah dengan survey langsung di lapangan dan juga melalui penghitungan nilai aksesibilitas dan indeks aksesibilitas.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini sendiri adalah sebagai berikut:
• Memenuhi tugas Ujian tengan Semester
• Mengetahui tingkat aksesibilitas dari lokasi tempat tinggal terhadap sarana pendidikan
• Mampu mengerti, memahami, dan mengaplikasikan penghitungan nilai aksesibilitas dan indeks aksesibilitas.


Deskripsi lokasi
Lokasi ini terletak di daerah yang cukup padat, baik lalu lintas maupun penduduknya. Lokasinya ini dekat dengan fasilitas-fasilitas umum menyebabkan di sekitar lokasi ini tak pernah sepi. Contoh fasilitas yang menyebabkan banyak penduduk berada di sekitar lokasi ini antara lain:
PENDIDIKAN HIBURAN PERBELANJAAN BISNIS
Universitas Brawijaya Kafe Persada swalayan Kantor perbankan
Poltek Malang Karaoke Malang Town Square Komplek pertokoan
MIN Malang Warnet Pasar Dinoyo Jasa travel
SMA Lab Malang Rental Playstation Sardo Swalayan Jasa advertising.

Selain itu juga masih banyak lagi, seperti fasilitas keagamaan, kesehatan, perumahan, penginapan (hotel). Ramainya kawasan di sekitar lokasi ini juga disebabkan adanya jembatan Soekarno-Hatta yang memotong Sungai Brantas sehingga memudahkan akses di sekitarnya, serta membuka peluang bisnis bagi masyarakat yang juga didukung banyaknya pendatang di sekitar lokasi tersebut.


Tingkat Aksesibilitas Lokasi

Untuk mengetahui aksesibilitas lokasi ini perlu untuk melakukan penghitungan dengan menggunakan indeks aksesibilitas sebagai berikut:
• Indeks Aksesibilitas
Aij = Ej/ dijª
Ej : Jumlah fasilitas di kawasan j
dij : jarak fisik dari i ke j
a : nilai eksponen
i J
fasilitas unit indeks kriteria bobot
0 – 0,5 Km PENDIDIKAN 9 18 B 4
KESEHATAN 4 8 S 3
HIBURAN 20 40 BS 5
RELIGI 3 6 S 3
BISNIS 12 22 BS 5
PERUMAHAN 5 10 B 4
FASILITAS PUBLIK 3 6 S 3
0,5 – 1 Km PENDIDIKAN 7 14 B 4
KESEHATAN 3 6 S 3
HIBURAN 18 36 BS 5
RELIGI 7 14 B 4
BISNIS 10 20 BS 5
PERUMAHAN 3 6 S 3
FASILITAS PUBLIK 2 4 K 2
1 – 2 Km PENDIDIKAN 8 16 B 4
KESEHATAN 4 8 S 3
HIBURAN 15 30 BS 5
RELIGI 5 10 B 4
BISNIS 12 24 BS 5
PERUMAHAN 4 8 S 3
FASILITAS PUBLIK 3 6 S 3
Keterangan:
• Fasilitas pendidikan mencakup PG, TK, SD, SMP, SMA,& PT.
• Fasilitas Kesehatan mencakup Apotik, klinik, Praktek dokter, dan Rumah sakit.
• Fasilitas hiburan mencakup kafe, karaoke, taman hiburan,billiard, warnet, rental PS, dll.
• Fasilitas religi mencakup Masjid, Gereja, dan Vihara.
• Fasilitas Bisnis mencakup Perbankan, Pertokoan, Ruko, Rukan, Pusat perbelanjaan(swalayan), dan Pasar tradisional.
• Fasilitas perumahan mencakup komplek perumahan, hotel, dan penginapan.
• Fasilitas publik mencakup makam, kantor pelayanan pajak, kantor bea cukai, PLN, PDAM, kantor pemerintah, dan Polsek.
Untuk penghitungannya adalah sebagai berikut:
• Indeks aksesibilitas kategori 1 (0 - 0,5 km)
Aij = 56/27 = 2,07 = Baik

• Indeks aksesibilitas kategori 2(0,5 – 1 km)
Aij = 50/26 = 1,9 = Sedang

• Indeks aksesibilitas kategori 3(1 – 2 km)
Aij = 51/28 = 1,8 = sedang

Keterangan:
• Untuk kategori 1, fasilitas yang menonjol adalah bisnis dan hiburan, seperti yang kita ketahui, di sekitar lokasi ini merupakan daerah yang menyerap cukup banyak pendatang, sehingga itu menjadi lkahan bisnis yang cukup menjanjikan. Fasilitas religi dan publik kurang, tidak ada tempat ibadat nasrani, tidak ada fasilitas yang menjadi perantara masyarakat dengan pemerintah, serta fasilitas keamanan tidak ada.
• Pada kategori 2, fasilitas yang menonjol adalah hiburan dan bisnis, pertokoan dan tempat hiburan tersedia cukup banyak pada kawasan ini. Fasilitas publik, kesehatan, serta religi perlu ditambah jumlahnya, untuk wilayah seluas itu termasuk kurang untuk memenuhi kebutuhan penduduk.
• Sementara untuk kategori 3, hampir sama dengan 2 kategori sebelumnya, yang menonjol adalah fasilitas bisnis dan hiburan, maklum saja, kawasan ini berpenduduk cukup padat sehingga menjadi lahan bisnis dan fasilitas hiburan yang cukup bagus.

Bab IV
Tingkat Aksesibilitas ke Berbagai Fasilitas

Untuk mengetahui tingkat aksesibilitas lokasi penelitian dengan berbagai fasilitas kita dapat menghitungnya dengan menggunakan rumus nilai aksesibilitas, yaitu sebagai berikut:
Ai = K F T / d
K : kondisi transportasi (aspal, perkerasan, tanah )
F : fungsi transportasi (arteri, kolektor, lokal)
T : fungsi dan jenis pergerakan(regional/lokal) dan trayek
pergerakan yang melayani
d : jarak ( i ke j )

Kriteria Bobot Ai = KFT/d
K Aspal BS 5
F Arteri kolektor B 4
T Angkutan pribadi BS 5
d 500 m, 1 menit BS 5

Sehingga didapatkan hasil sebagai berikut:
Ai = 5.4.5/5 = 20
Aksesibilitas lokasi penelitian ke berbagai fasilitas termasuk dalam kategori Baik, jalan di sekitar lokasi bagus, ada beberapa sarana transportasi umum yang biasanya melewati jalur ini, seperti ADL,LDG, TSG, dan JPK.
Untuk menuju fasilitas pendidikan cukup ditempuh 3 menit, untuk ke fasilitas religi 1 menit, ke fasilitas kesehatan membutuhkan waktu 7 menit, ntuk ke fasilitas hiburan dapat di tempuh 2 menit, ke fasilitas bisnis sekitar 2 menit, ke perumahan 3 menit, dan ke fasilitas publik, untuk ke PLN 3 menit, PDAM 4 menit, dan makam 1 menit.


Bab V
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil antara lain:
• Untuk dapat mengetahui aksesibilitas suatu lokasi ke suatu tujuan lokasi dapat menggunakan indeks aksesibilitas.
• Untuk mengetahui aksesibilitas suatu lokasi terhadap berbagai fasilitas dapat menggunakan Nilai aksesibilitas.
• Aksesibilitas lokasi penelitian ini termasuk dalam kategori Baik.

PENGARUH MOBILITAS TENAGA KERJA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I
LATAR BELAKANG


Globalisasi, yaitu suatu proses untuk mengglobal, penyebaran sesuatu keseluruh dunia. Globalisasi membawa banyak sekali pengaruh, baik itu yang membangun ataupun sebaliknya, pengaruh itu menyebar di semua sektor kehidupan, budaya, sosial, ekonomi, pendidikan, teknologi dan sebagainya. Penyebaran tersebut terjadi melalui berbagai media baik langsung maupun tidak langsung. Batas antar negara akan makin menyempit, akan makin berkembang area-area bebas. Adanya globalisasi akan membawa perubahan terhadap konsep ruang dan waktu yang biasa disebut Time-space Compression.
Di sini, yang akan kita bahas adalah globalisasi ekonomi, yaitu tentang pengaruh globalisasi terhadap perpindahan faktor produksi khususnya tenaga kerja. Dengan adanya globalisasi, bukan hanya komoditas yang bersifat mobile, tetapi juga faktor produksinya. Dalam dunia modern, bisa dikatakan bahwa setiap negara mengenakan pembatasan-pembatasan imigrasi. Karena itu, mobilitas tenaga kerja kurang lazim dalam kenyataan dibandingkan dengan mobilitas modal. Namun, mobilitas tenaga kerja juga tetap penting.
Batas-batas antar negara yang makin menyempit menyebabkan makin bebasnya bentuk kerjasama yang dibuat oleh negara-negara guna meningkatkan efisiensi. Sehingga tidak aneh jika sekarang ini marak dibentuknya area-area bebas (seperti AFTA,MEE, dsb). Antar negara-negara anggotanya sudah seharusnya menepati regulasi yang telah dibuat. Bentuk-bentuk kerjasamanya bisa dalam bentuk penghilangan tarif impor atau sagala macam bentuk proteksi lainnya. Juga dengan makin bebasnya tenaga kerja dari suatu negara masuk ke negara lainnya dan dapat bekerja di negara tersebut.
Sekarang ini, komoditas ekspor negara dengan banyak penduduk seperti Indonesia bukan hanya dalam bentuk barang, tetapi juga tenaga kerja, ekspor tenaga kerja baik itu tenaga kerja terdidik, ataupun terlatih cukup memberikan pengaruh bagi suatu negara. Tidak bisa dipungkiri, sebagai contohnya, TKI (Tenaga Kerja Indonesia dan TKW (Tenaga Kerja Wanita) yang dikirimkan ke negara-negara seperti Malaysia, Brunei dan lainnya, turut menyokong peningkatan cadangan devisa Indonesia, selain itu juga membantu mengurangi tingkat pengangguran di dalam negeri. Bisa dikatakan bahwa mobilitas tenaga kerja mempengaruhi perekonomian suatu negara.




BAB II
RUMUSAN MASALAH


Seperti yang telah dijelaskan, globalisasi memiliki pengaruh terhadap berbagai sektor kehidupan. Salah satunya adalah globalisasi ekonomi, di mana hubungan di bidang ekonomi antar negara akan makin erat dan bebas.
Globalisasi menyebabkan timbulnya perdagangan bebas antar negara, selanjutnya negara-negara di dunia membentuk kelompok-kelompok, baik itu regional (seperti AFTA, MEE, NAFTA) maupun bilateral, atau juga internasional. Sehingga mobilitas yang terjadi secara bebas dengan menghilangkan hambatan-hambatan dalam perdagangan tersebut tidak hanya pada komoditas dalam bentuk produk, tetapi juga faktor produksi khususnya tenaga kerja juga akan mengalami mobilitas.
Dengan makin mobile nya tenaga kerja, serta makin banyaknya tenaga kerja dari Indonesia yang terserap di pasar tenaga kerja dunia, maka akan mengurangi tingkat pengangguran di dalam negeri, serta meningkatkan cadangan devisa Indonesia sendiri.




BAB III
KERANGKA TEORI


1. Teori Globalisasi
Istilah globalisasi pada permulaannya dipakai oleh Theodore Levitt (1985), kata tersebut ditujukan pada politik dan ekonomi, khususnya politik perdagangan bebas dan transaksi keuangan. Permulaan globalisasi berawal dari revolusi elektronik yang menyebabkan akselerasi komunikasi, transportasi, produksi, dan juga informasi. Globalisasi sendiri berbasis pada teori invisible hand Adam Smith, di mana semua diserahkan kepada mekanisme pasar, dengan intervensi dari pemerintah yang seminimum mungkin.
Ada perbedaan pengertian tentang globalisasi itu sendiri dari beberapa tokoh:
• Globalisasi adalah suatu proses sosial yang berakibat bahwa pembatasan geografis pada keadaan sosial budaya menjadi kurang penting, yang terjelma di dalam kesadaran orang masing-masing.(Malcom Waters)
• Globalisasi adalah jaringan kerja global secara bersamaan menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencar-pencar dan terisolasi ke dalam saling ketergantungan dan persatuan dunia.(Emmanuel Ritcher)
• Globalisasi memiliki dimensi ideologi (kapitalisme dan pasar bebas) dan teknologi (teknologi informasi yang telah menyatukan dunia.(Thomas L. Friedman
• Globalisasi adalah pertumbuhan yang sangat cepat atas saling ketergantungan dan hubungan antara negara-negara di dunia dalam hal perdagangan dan keuangan.(Princenton N. Lymann)
• Demokrasi bukan hanya dalam hal perdagangan dan ekonomi, tetapi juga mencakup globalisasi institusi-institusi demokratis , pembangunan sosial, hak asasi manusia, dan pergerakan wanita.(Leonor Briones)
Bisa disimpulkan, bahwa globalisasi adalah suatu proses yang mencakup keseluruhan dalam berbagai bidang kehidupan sehingga tidak tampak lagi adanya batas-batas yang mengikat secara nyata, sehingga akan sulit untuk difilter ataupun untuk dikontrol.


2. Teori Labour Movement
Bukan hanya produk yang bisa mengalami mobilisasi, tetapi juga dengan faktor produksinya. Faktor produksi bisa berupa modal dan tenaga kerja, berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut mengenai perpindahan faktor produksi yang berupa tenaga kerja.
Diasumsikan tenaga kerja mampu berpindah-pindah antara dua negara. Mereka akan pindah dari domestik ke Asing. Adanya perpindahan tersebut akan menyebabkan penurunan jumlah angkatan kerja di domestik, sehingga akan menaikkan upah riil di domestik, sedangkan di asing terjadi peningkatan angkatan kerja, sehingga terjadi penurunan upah riil.jika tidak ada hambatan apapun dalam perpindahan tenaga kerja, proses ini akan berlangsung hingga terjadi persamaan produk marginal tenaga kerja di kedua negara.




Berdasarkan grafik di atas, sumbu horizontal menunjukkan jumlah angkatan kerja dunia. Jumlah pekerja di domestik diukur dari kiri, dan jumlah pekerja di asing diukur dari kanan. Sumbu vertikal menunjukkan produk marginal tenaga kerja di tiap negara. Pada awalnya, diasumsikan, ada sejumlah OL1 di domestik dan L1O* pekerja di asing. Dengan alokasi seperti itu tingkat upah riil akan lebih rendah di domestik (titik C) daripada di asing (titik B). Jika para pekerja dapat dengan bebas berpindah ke negara mana saja yang menawarkan upah riil yang lebih tinggi, mereka akan berpindah dari domestik ke asing sampai tingkat upah riil di kedua negara menjadi sama. Sehingga distribusi dari angkatan kerja dunia akan menjadi OL2 pekerja di domestik dan L2O* pekerja di asing (titik A).
Perpindahan tersebut akan mengarah pada konvergensi (penyamaan) tingkat upah riil, di mana akan terjadi kenaikan di domestik dan penurunan di asing. Perpindahan tersebut juga akan meningkatkan output dunia secara keseluruhan. Output di asing akan naik sebesar daerah yang terletak di bawah kurva produk marginal dari L1 ke L2, sementara output domestik akan turun sebesar daerah yang sama yang terletak di bawah kurva produk marginal. Gain atau hasil di asing akan lebih besar dari kerugian domestik (bidang ABC). Sementara itu, mereka yang pada awalnya bekerja di domestik menerima upah riil yang lebih tinggi, tetapi mereka yang pada awalnya bekerja di asing akan menerima upah riil yang lebih rendah. Para pemilik tanah di asing akan mendapatkan keuntungan dari penawaran tenaga kerja yang lebih besar, tetapi pemilik tanah di domestik akan merugi. Oleh karena itu, mobilitas tenaga kerja pada prakteknya akan merugikan beberapa pihak, meskipun pada prinsipnya akan memperbaiki keadaan semua pihak.
3. Teori Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan atau masyarakat, yang dalam statistik disebutkan bahwa tenaga kerja adalah penduduk berusia 15 tahun ke atas. Tenaga kerja merupakan sisi supply dari sisi pembangunan, permintaan tenaga kerja ditentukan oleh permintaan terhadap produk yang dihasilkan. Sebagai penjelasnya, contoh, ketika pada tahun 1980an terjadi booming ekspor produk manufaktur, dan juga non migas, permintaan akan tenaga kerja mengalami peningkatan, dengan peningkatan partisipasi tenaga kerja, permintaan akan meningkat, dan upah juga akan meningkat. Tenaga kerja merupakan sumber daya dalam faktor produksi. Biasanya, pada negara berkembang seperti Indonesia, tenaga kerja merupakan faktor endouwment (berlimpah), sehingga dengan jumlahnya yang melimpah, di negara berkembang upah tenaga kerja cenderung rendah.
4. Teori Migrasi
Dasar dari teori migrasi adalah model ketenagakerjaan yang diformulasikan oleh Profesor W. Arthur lewis pada tahun 1954. Teori tersebut selanjutnya dikembangkan oleh Profesor John Fei dan Gustav Ranis dan mengarah ke studi pembangunan ekonomi (Lewis-Fei-Ranis Model). Menurut model tersebut, terdapat supply tenaga kerja berlebih pada negara berkembang yang memiliki produktivitas yang cukup rendah, sementara pada sektor industri perkotaannya memiliki produktivitas yang tinggi. Model tersebut memfokuskan pada proses transfer tenaga kerja dari sektor tradisional ke sektor modern dan pertumbuhan kesempatan kerja di sektor modern yang diakibatkan oleh ekspansi produksi di sektor modern (Todaro, M.P., 1977). Migrasi dianggap sebagai equilibrating mechanism yang menjurus pada keseimbangan pada sektor subsisten dengan sektor modern. (Fei dan Ranis, 1961).






BAB IV
PENGARUH MOBILITAS TENAGA KERJA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA


A. Globalisasi
Globalisasi berasal dari kata global yang berarti universal, globalisasi berarti adanya suatu proses untuk mengglobal. Globalisasi ditunjukkan dengan semakin bebasnya hubungan dan keterkaitan antar negara-negara di dunia, adanya saling ketergantungan dengan pertumbuhan perdagangan internasional. Perusahaan multinasional/multinational corporation (MNC) makin berpengaruh, serta organisasi-organisasi yang bergerak di bidang perdagangan seperti WTO (World Trade Organization) juga makin mendominasi. Tidak ada definisi yang baku atau standar mengenai globalisasi, tetapi sacara sederhana globalisasi ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses dimana semakin banyak negara yang terlibat dalam kegiatan ekonomi dunia. Pada kenyataannya, globalisasi merupakan bentuk baru imperialisme dengan bersenjatakan standardisasi internasional. Ada perubahan konsep ruang dan waktu (Time-space Compression) dan ada peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan di media massa serta elektronik, di mana budaya dapat dengan mudah menyebar baik itu melalui media-media seperti yang sudah disebutkan maupun melalui perpindahan manusianya secara langsung, yaitu melalui tourism, di mana pendatang biasanya akan menyebarkan secara tidak langsung maupun langsung budaya aslinya di suatu tempat tertentu.
Semakin mengglobalnya suatu negara di dalam perekonomian dunia dapat dilihat, misalnya dari peningkatan perdagangan internasionalnya yang tercerminkan antara lain pada peningkatan pangsa ekspornya di pasar global dan peningkatan rasio impor terhadap PDB-nya. Globalisasi akan menciptakan suatu sistem perdagangan bebas.
Terbentuknya lembaga-lembaga seperti WTO dan semacam itu makin mendorong bebasnya sistem perdagangan, di mana organisasi semacam itu biasanya mengatur regulasi yang menyebabkan hambatan dalam kerjasama misalnya perdagangan semakin diminimumkan. Begitu juga dengan perpindahan tenaga kerja dari negara satu ke negara lainnya yang menjalin kerjasama, syarat-syarat untuk memasuki suatu negara dapat dipermudah. Untuk yang lebih jelasnya akan dijelaskan pada sub bab selanjutnya.


B. Mobilitas Tenaga Kerja
Di sini, dengan semakin tingginya intensitas dan hubungan antar negara dengan adanya perdagangan bebas yang merupakan bentuk dari proses globalisasi akan mendorong suatu mobilitas pada produk dari negara-negara itu sendiri, serta mobilitas pada faktor produksinya, yang salah satunya berupa tenaga kerja.
Adanya mobilitas tenaga kerja itu sendiri juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor sosial, fisik, demografi, budaya, dan juga komunikasi. Seperti terlihat pada skema berikut ini.


Dari skema di atas, intinya adalah adanya faktor yang bermacam-macam yang turut mempengaruhi adanya mobilitas tenaga kerja. Serta terdapat berbagai macam pertimbangan, seperti keadaan lingkungan, iklim, dan budaya.
Berikut ini adalah data tentang perkembangan ketenagakerjaan di Indonesia serta mobilitasnya di beberapa negara di dunia.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA
TAHUN 2004 - 2008
JENIS KEGIATAN 2004 2005 (November) 2006 (Agustus) 2007(Agustus) 2008 (Agustus)
PENDUDUK USIA KERJA(org/jt) 153.92 158.49 160.81 164.12 166.64
ANGKATAN KERJA(org/jt) 103.97 105.86 106.39 109.94 111.95
PENDUDUK YANG BEKERJA(org/jt) 93.72 93.96 95.46 99.93 102.55
PENGANGGUR TERBUKA(org/jt) 10.25 11.90 10.93 10.01 9.39
TINGKAT KESEMPATAN KERJA(%) 90.14% 88.76% 89.72% 90.89% 91.60%
Berdasarkan data di atas, terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja tiap tahunnya, untuk tingkat pengangguran terbukanya mengalami penurunan, namun dengan adanya krisis Amerika beberapa waktu lalu, diperkirakan ada peningkatan jumlah pengangguran.
ANGKATAN KERJA DI INDONESIA MENURUT PENDIDIKAN DAN JENIS KELAMIN, 2008
Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah
SD 34.258.590 24.101.931 58.360.521
S M T P 14.170.254 7.392.684 21.562.938
S M T A 16.123.986 7.854.325 23.978.311
AKADEMI/DIPLOMA 1.577.634 1.602.839 3.180.473
UNIVERSITAS 2.694.617 1.700.587 4.395.204
Jumlah 68.825.081 42.652.366 111.477.447
Berdasarkan data di atas, angkatan kerja yang paling banyak di Indonesia merupakan lulusan SD, yaitu sejumlah 58.360.521.


PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA MENURUT KAWASAN DAN SEKTOR 2008
KAWASAN Formal Informal Jumlah
ASIA PASIFIK DAN AMERIKA 126.710 1.163 127.873
TIMUR TENGAH DAN AFRIKA 8.506 175.211 183.717
E R O P A 135.280 176.375 311.655
Jumlah 270.496 352.749 623.245
Sumber: BNP2TKI, 2008
Untuk penempatan tenaga kerja Indonesia yang berada di luar negeri secara keseluruhan adalah seperti terlihat pada tabel di atas. Untuk sektor formal sejumlah 352.749 orang dan sektor informal sejumlah 270.496 orang, totalnya adalah 623.245 orang.


PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA MENURUT KAWASAN EROPA DAN JENIS KELAMIN 2008
Negara Penempatan Laki-laki Perempuan Jumlah
Italia 6 - 6
Spanyol 4 - 4
Jerman 3 - 3
Gibraltar - 3 3
Rumania 5 - 5
Belanda - 3 3
Czech Rep. 41 - 41
Jumlah 59 6 65
Sumber: BNP2TKI, 2008
Untuk penempatan di kawasan Eropa berdasarkan jenis kelaminnya adalah sejumlah 59 orang untuk negara-negara yang disebutkan pada tabel, dan perempuan sejumlah 6 orang, totalnya adalah 65 orang.




PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA MENURUT KAWASAN ASIA PASIFIK-AMERIKA DAN JENIS KELAMIN 2008
Negara Penempatan Laki-laki Perempuan Jumlah
Malaysia 12.674 112.663 125.337
Singapura 2.476 20.329 22.805
Brunai Darussalam 129 17.506 17.635
Hong Kong 288 1.020 1.308
Taiwan 791 4.268 5.059
Korea 24 5.180 5.204
Jepang 23 5.674 5.697
Macau 90 - 90
China 2 4 6
Maldives 60 - 60
Palau 54 - 54
Timor Leste 455 7 462
Australia 5 - 5
New Zealand 63 6 69
Amerika 66 - 66
Canada 6 - 6
Cayman Island 1 - 1
Jumlah 17.207 166.657 183.864
Sumber: BNP2TKI, 2008
Sementara untuk penempatan tenaga kerja Indonesia untuk kawasan Asia pasifik adalah seperti pada tabel di atas, total keseluruhan yang berada di kawasan tersebut adalah 183.864 orang. Jumlah tertinggi berada di negara Malaysia, seperti yang kita ketahui, tenaga kerja yang diekspor ke Malaysia mayoritas merupakan perempuan, yaitu berjumlah 112.663 orang, bisa dikatakan mayoritas merupakan tenaga kerja yang dipekerjakan di rumah tangga.




PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA MENURUT KAWASAN DAN JENIS KELAMIN 2008
KAWASAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
ASIA PASIFIK DAN AMERIKA 87.050 179.265 266.315
TIMUR TENGAH DAN AFRIKA 17.066 166.651 183.717
E R O P A 104.174 345.922 450.097
JUMLAH 208.291 691.838 900.129
Sumber: BNP2TKI, 2008
Untuk keseluruhan tenaga kerja yang berasal dari Indonesia yang ditempatkan di luar negeri sejumlah 900.129 orang dengan kawasan tujuan Asia Pasifik dan Amerika, Timur tengah dan Afrika, dan Eropa.
Sementara untuk data tenaga kerja asing yang berada di Indonesia adalah sebagai berikut:
PENEMPATAN TENAGA KERJA ASING MENURUT JENIS JABATAN TAHUN 2008
No. J a b a t a n T o t a l Persen (%)
1 Profesional 32.294 38,70
2 Komisaris 604 0,72
3 Direksi 6.700 8,03
4 Manager 14.442 17.31
5 Supervisor 6.520 7,81
6 Teknisi 17.192 20,60
7 Advisor/Consultant 5.695 6,82
8 Lainnya 5 0,01
Jumlah 83.452 100,00
Sumber : Ditjen. Binapenta, Depnakertrans, Desember 2008
Untuk tenaga kerja dari asing yang berada di Indonesia secara keseluruhan dibedakan berdasarkan jenis jabatannya, totalnya berjumlah 83.452 orang dengan jenis-jenis jabatan sesuai pada tabel di atas.




PENEMPATAN TENAGA KERJA ASING MENURUT KAWASAN ASAL TAHUN 2008
No Kawasan Jumlah (org) Persen (%)
1 Asia di luar ASEAN 39.893 47,80
2 ASEAN 17.376 20,82
3 Amerika 7.134 8,55
4 Uni Eropa 6.273 7,52
5 Eropa Lainnya 5.178 6,20
6 Australia 6.788 8,13
7 Afrika 810 0,97
Jumlah 83.452 100,00
Sumber : Ditjen. Binapenta, Depnakertrans Desember 2008
Jika dibedakan berdasarkan kawasan asalnya, dari negara kawasan Asia di luar Asean berjumlah 39.893 orang, dari negara yang tergabung dalam Asean berjumlah 17.376 orang, dari Amerika 7.134 orang, Uni Eropa 6.273 orang, Eropa lainnya 5.178 orang, australia 6.788 orang, Afrika 810 orang, dan Jumlah totalnya 83.452 orang.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada sisi supply sebagian besar penduduk usia kerja di Indonesia memiliki tingkat pendidikan dan produktivitas yang relatif rendah, hal ini tidak terlepas pada sektor human capital yang tidak mampu memberikan hasil optimal. Sementara itu, pada sisi permintaan, kondisi ketenagakerjaan juga tidak memberikan gambaran yang terlalu menggembirakan. Dalam kondisi upah yang rendah, salah satu upaya yang dilakukan untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi adalah melalui mekanisme mobilitas tenaga kerja.


C. Perekonomian Indonesia
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa indikator perekonomian secara umum adalah tingkat pertumbuhan nasional, yang memiliki komponen-komponen yang saling tergantung dan berpengaruh. Berikut ini adalah data tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2003-2008.


Tahun Economic growth (%)
2003 4.3
2004 5.1
2005 5.5
2006 5.4
2007 6.3
2008 6.02


Berdasarkan data di atas, bisa dikatakan pertumbukan ekonomi Indonesia secara konstan mengalami peningkatan, meskipun terjadi penurunan pada tahun 2008 kemarin, di mana terjadi penyebaran krisis Amerika.
Jika dihubungkan dengan teori-teori yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, dengan kenyataan yang terjadi di Indonesia, di mana Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor tenaga kerja yang cukup besar, meskipun mungkin masih berada pada kriteria tenaga kerja yang selama ini mayoritas menjadi TKI atau TKW, namun pada kenyataannya, dengan jumlah yang sebesar itu, membantu dalam peningkatan cadangan devisa negara.
Berdasarkan teori labour Movement, jika diasumsikan Indonesia adalah negara domestik dan negara tujuan ekspor tenaga kerja adalah negara asing, dengan berpindahnya tenaga kerja negara domestik ke negara asing, maka jike berdasarkan teori, seharusnya perpindahan tersebut akan menyebabkan penurunan jumlah angkatan kerja di domestik, sehingga akan menaikkan upah riil di domestik. Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa, akan terjadi proses penyamaan tingkat upah riil antara kedua negara, yaitu asing dan domestik. Namun, pada kenyataannya, tidak terjadi kenaikan upah riil di domestik, karena, perpindahan tenaga kerja di domestik tidak mengurangi angkatan kerja di domestik dalam volume yang besar, jumlah tenaga kerja yang tersedia di domestik masih sangat besar. Sehingga perpindahan tersebut tidak berpengaruh dalam peningkatan upah riil di domestik.
Namun, pendapatan yang diperoleh di asing memang lebih besar jika dibandingkan dengan di domestik untuk jenis pekerjaan yang sama. Sehingga, dengan adanya perpindahan tenaga kerja dari domestik ke asing, paling tidak, meningkatkan pendapatan bagi tenaga kerja itu sendiri. Di sini, kita bisa mengukur pengaruh dari mobilitas tenaga kerja terhadap perekonomian Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi juga bisa diukur melalui tingkat pengangguran dan tingkat output yang dihasilkan oleh suatu negara, baik itu GDP (Gross Domestic Product) atau GNP (Gross National Product). Bisa dikatakan dengan mengekspor tenaga kerja, berarti negara domestik mengekspor jasa. Selanjutnya, dengan meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat, maka output yang dihasilkan mengalami peningkatan. Logikanya, dengan adanya perpindahan tenaga kerja ke asing, maka tingkat pengangguran di domestik akan berkurang, dengan berkurangnya tingkat pengangguran, tingkat output meningkat, dan tingkat pendapatan meningkat. Dengan meningkatnya tingkat output maka pertumbuhan ekonomi negara domestik tersebut positif mengalami peningkatan.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa adanya mobilitas tenaga kerja akan memberikan impact positif bagi perekonomian Indonesia, namun, jika kita melihat dari sisi yang lain, yaitu di daerah asal para tenaga kerja tersebut, akan terjadi pengurangan jumlah tenaga kerja yang tersedia, sehingga akan timbul kekurangan sumber daya manusia.




BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dijelaskan pada bab-bab di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
o Globalisasi yang semakin membuka batas antar negara memiliki pengaruh terhadap negara yang mengalami proses global tersebut, baik itu berupa budaya, ekonomi, komunikasi, teknologi dan sebagainya.
o Tenaga kerja dari Indonesia yang bekerja di asing cukup banyak, sehingga akan meningkatkan pendapatan negara dari sisi cadangan devisa.
o Mobilitas tenaga kerja memiliki pengaruh positif dan negatif bagi negara domestik
o Pengaruh positifnya adalah mengurangi angka pengangguran, meningkatkan pendapatan, tingkat output, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
o Pengaruh negatifnya adalah terjadi kekurangan sumber daya di daerah asal para tenaga kerja.


B. Saran
o Hendaknya diupayakan agar tenaga kerja yang diekspor ke luar negeri, di sana bukan dalam sektor rumah tangga.
o Yaitu dengan meningkatkan kualitas tenaga kerja dari Indonesia sendiri agar menjadi tenaga kerja yang berkompeten, sehingga tingkat pendapatan yang akan diperoleh juga akan lebih tinggi.
o Pengaruh dari adanya globalisasi tak hanya positif, untuk pengaruh negatif hendaknya suatu negara bisa memfilternya, baik itu dalam bentuk budaya maupun lainnya yang mungkin akan melunturkan identitas asli indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
• SRI HERY SUSILOWATI. DAMPAK MOBILITAS TENAGA KERJA TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN
• Hafid setiadi. POLITIK EKONOMI, PASAR TENAGA KERJA, DAN DINAMIKA URBANISASI
• Ari Perdana. Globalisasi dan Buruh.2007.
• http://pikokola.wordpress.com/files/2008/10/dependency-theory-dan-globalisasi.pdf
• www.google.co.id
• www.disnakertrans.go.id
• www.bps.go.id
• www.adb.org
• www.tempointeraktif.com

Dinner Asik ala "The House Of Raminten"


Restoran satu ini sayang jika anda lewatkan ketika datang ke Kota Gudeg Jogja, dari pintu masuk sudah terasa keunikannya, mulai dari "dandanan" para pramusaji serta penataan tempat makannya. Namun, untuk menikmati hidangan di tempat super unik ini anda harus antri terlebih dahulu terutama jika pada Malam minggu, karena tempat ini akan sangat ramai dipadati pengunjung. setelah mendapat giliran, saya dan suami memilih tempat di lantai 2, kami di pandu oleh pramusaji wanita yang menggunakan kemben ala gadis-gadis jawa jaman dahulu, namun uniknya, mereka semua membawa "HT" atau Handy Talkie yang terpasang headset di salah satu telinga masing-masing. peraturan utama bagi pengunjung yang selalu disampaikan pertama kali datang di situ adalah "Makanannya Lama. Jadi mohon menunggu, Paling cepat 20 Menit", woww...melihat ramainya pengunjung saya rasa wajar jika mesti menunggu se lama itu.
suasana Jawanya dapet banget, di sana-sini dihiasi ornamen jawa, patung punakawan dan meski saya di lantai 2, bangunannya terbuat dari kayu, meja kecil kayu, alas duduk (lesehan) terbuat dari rotan, namun keromantisannya nggak kalah, tempatnya dipenuhi lampu warna-warni yang mewah namun meriah, di meja terdapat lilin hijau seperti Kelopak bunga di atas air. saat itu saya memesan penyet tempe ala Raminten, Dawet Jumbo Raminten,Iced Tea mini, dan Bkso uleg Raminten. anda akan sangat kaget saat pesanan makanan anda datang, Dawet Jumbo yang saya pesan benar-benar jumbo, bahkan dua orang pun tidak sanggup menghabiskan saking jumbonya, makanan yang tersedia sangat bervariasi, dari cemilan bakpia unyil Raminten , jamu tradisional, perawatan tubuh,hingga steak pun ada. harganya pun standar sehingga tidak membuat shock apalagi mengempiskan dompet. makanan dan penyajiannya unik. tapi anda harus sabar menunggu pesanan di restoran yang buka 24 jam ini apalagi jika malam hari
The House Of Raminten ada di Jl.Faridan M.Noto No 07 Kotabaru Yogya

ETIKA EKONOMI BERDASARKAN AGAMA ISLAM

Agama adalah sesuatu yang inherent dalam kehidupan manusia. Terlepas dari “jenis” agama yang dianut, manusia pada prinsipnya memegang kepercayaan tertentu sebagai bukti terikatnya manusia pada sesuatu yang “maha”. Disisi lain aktivitas pemenuhan kebutuhan hidup adalah sebuah keniscayaan.. Secara naluriah, manusia dituntut untuk dapat bertahan dalam hidup dengan melakukan aktivitas ekonomi. Lalu, apakah ada hubungan antara agama sebagai keyakinan dengan etos kerja untuk survive dalam kehidupannya. Atau, agama dan etos kerja dalam ekonomi adalah dua hal yang berbeda, keduanya berjalan pada “relnya” masing-masing?.
Di Barat sendiri belakang ini memang diakui kajian tentang hubungan Agama dan Ekonomi sangat sedikit kalau tidak bisa dibilang hampir tidak ada. Namun bukan tidak ada. Mari kita simak beberapa studi berikut ini:
Adam Smith dalam buku pertamanya sebenarnya menganggap unsur agama punya peran dalam bidang ekonomi. Dalam hal ini agama dia sebut dengan istilah “moral suasion”. Ia menyatakan bahwa aspek moral harus mewarnai dan berperan dalam ekonomi. Namun berikutnya dalam bukunya yang kedua yang lebih terkenal “the Wealth of Nation” aspek agama akhirnya hilang namun masih tetap ada fungsi yang hilang itu yang diganti dengan nama “invisible hand”. Sebagaimana kita ketahui pada akhirnya dalam teori, model, dan kebijakan ekonomi, keuangan perbankan peran dan nilai agama sama sekali dihilangkan.
Chester I Barnard (1938) pernah mengemukakan tentang tanggung jawab moral dari seorang eksekutif dalam memimpin perusahaan. Kemudian Max Weber (1958) menulis buku yang membahas tentang pengaruh positif etika protestan terhadap spirit kapitalisme dalam bukunya “the Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism”. Gerald Bell (1967) kemudian membandingkan kesuksesan dibidang kekayaan dan kekuasaan antara Protestan dengan Katolik dia menyimpulkan pemeluk protestan lebih berhasil dalam meraih kekayaan dan kekuasaan dibanding dengan Katolik. Gerhard Lenski (1967) menemukan hal yang sama artinya agama mempengaruhi mobilitas dan kesuksesan seseorang. Lipset, Bendix dan Weller menemukan hubungan signifikan antara agama dengan sikap dan prilaku ekonomi seseorang. Gordon Woodbine dan Tungsten Chou (2003) melihat hubungan antara afiliasi agama dengan persepsi mahasiswa terhadap etika konsumen, mereka menyimpulkan bahwa pemeluk Islam lebih memiliki komitmen terhadap etika dibandingkan dengan pemeluk Buddha dan Kristen dan pemeluk Buddha lebih komit terhadap etika dibandingkan Kristen.
Etika Ekonomi dalam Agama
Jika ilmu ekonomi modern cenderung memisahkan ajaran efisiensi dari ajaran etika yaitu ajaran benar-salah, atau ajaran adil-tidak adil, maka ekonomika etik (ethical economics) memaksakan penyatuan keduanya sebagaimana diteliti mendalam oleh Max Weber.
Teresa Lunati dalam buku Ethical Issues in Economics (Macmillan, 1997) secara lugas membedakan economic man vs ethical man, Neoclassical firms vs ethical firms, dan Neoclassical markets vs ethical markets sebagai berikut, “Moral values and norms such as altruism, cooperation, solidarity, trust, honesty, truth – telling, obligation, duty, commitment, fairness, equality, are the main values of ethical man, of ethical firms, and ethical markets”.
Kaitan erat antara etika dan sistem ekonomi menjadi makin jelas terlihat melalui peranan idiologi, untuk memberi dan sebagai pembenaran (justification) dari sistem ekonomi yang diterapkan.
Di Indonesia jika Pancasila kita terima sebagai ideologi bangsa maka sistem ekonomi nasional tentu mengacu pada Pancasila, baik secara utuh (gotong royong, kekeluargaan) maupun mengacu pada setiap Silanya:
1.Ke-Tuhanan Yang Maha Esa: Perilaku setiap warga Negara digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial, dan moral;
2.Kemanusiaan yang adil dan beradab: Ada tekad seluruh bangsa untuk mewujudkan kemerataan nasional;
3.Persatuan Indonesia: Nasionalisme ekonomi;
4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan: Demokrasi Ekonomi;dan
5.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia: Desentralisasi dan Otonomi Daerah.
Kemampuan Ilmu Ekonomi Neoklasik menurut Paul Samuelson menguasai pemikiran ekonomi dunia adalah karena penyebarannya menggunakan metode-metode agama.
Buku Max Weber The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism (1904-5) menggambarkan hubungan erat antara (ajaran-ajaran) agama dan etika kerja, atau antara penerapan ajaran agama dengan pembangunan ekonomi. Weber mulai dengan analisis ajaran agama Kristen Protestan, dan menjelang akhir hayatnya dibahas pula (sosiologi) agama Cina (1915, Taoisme dan Confucianisme), India (1916, Hindu dan Budha), dan Yudaisme (1917).

Etika Ekonomi dalam Islam

Asal Usul Ekonomi Islam

Prinsip fundamental ilmu ekonomi Islam bersumber pada Al Qur’an dan Sunnah. Tafsiran dan penafsiran kembali asas-asas ini (yang mengatur berbagai pokok persoalan) seperti nilai, pembagian kerja, sistem harga, dan konsep ”harga yang adil”, kekuatan permintan dan penawaran, konsumsi dan produksi, pertambahan penduduk, pengeluaran dan perpajakan pemerintah, peran negara, lintas perdagangan, monopoli, pengendalian harga, pendapatan dan pengeluaran rumah tangga, dan sebagainya, oleh sejumlah cendekiawan dan ahli ekonomi Islam telah diberi dasar operasional ilmu ekonomi Islam dan kesinambungan ide-ide ekonominya sejak dekade 70-an. Sarjana-sarjana Muslim seperti Abu Yusuf (731-798), Yahya Ibn Adam (meninggal 818), El Hariri (1054-1122), Tusi (1201-1274), Ibn Taimiya (1262-1328), Ibn Khaldun (1332-1406), Shah Waliullah (1702-1763), Abu Darr Ghifari (meninggal 654), Ibn Hazm (meninggal 1064), Al Ghazali (1059-1111), Farabi (meninggal 950) dan banyak lainnya yang telah menyumbang perkembangan ilmu pengetahuan ekonomi.
Saat ini sistem Ekonomi Islam banyak dijadikan bahan diskusi dikalangan akademisi. Hasil kajian tersebut dalam tataran aplikatif mulai menuai hasilnya dengan berdirinya bank-bank Islam di kawasan Timur Tengah antara lain Islamic Development Bank di Jeddah 1975. Hal tersebut menjadikan masyarakat berasumsi bahwa sistem islam adalah Bank Islam. Padahal sistem Ekonomi Islam mencakup Ekonomi makro, mikro, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, public finance, model penbangunan Ekonomi dan instrument-instrumentnya. Ekonomi Islam pada hakikatnya adalah upaya pengalokasian sumber-sumber daya untuk memproduksi barang dan atau jasa sesuai dengan petunjuk Allah SWT untuk memperoleh ridha-Nya. Petunjuk Allah SWT tentang hal itu sudah ada sejak wahyu diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Menurut ahli Ekonomi Islam (M. Yasir Nasution 2002), ada beberapa karakteristik yang melekat pada Ekonomi Islam yaitu sebagai berikut:
1.Inspirasi dan petunjuk diambil dari al-Quran dan Sunnah (hadits)
2.Perspektif dan pandangan-pandangan ekonominya mempertimbangkan peradaban Islam sebagai sumber.
•Arti, Hakikat, dan Ruang Lingkup Ekonomi Islam
•Arti Ekonomi Islam
Ilmu Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat dan perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Dapat disimpulkan bahwa ekonomi islam bukan hanya merupakan praktek kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu dan komunitas muslim yang ada, namun merupakan perwujudan perilaku ekonomi yang didasarkan pada ajaran islam. Ekonomi islam mencakup cara memandang permasalahan ekonomi menganalisis dan memberikan alternatif dan solusi atsa berbagai permasalahan ekonomi. Ekonomi islam merupakan konsekuensi logis dari implementasi ajaran islam secara kafah (sempurna) dalam aspek ekonomi. Permasalahan ekonomi umat manusia yang fundamental bersumber dari kenyataan bahwa manusia mempunyai kebutuhan yang pada umumnya tidak dapat dipenuhi tanpa mengeluarkan sumber daya energi manusia dan terbatasnya peralatan material guna pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Mengenai masalah pokok keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan, hampir tidak terdapat perbedaan apa pun antara ilmu ekonomi Islam dan ilmu ekonomi modern. Perbedaan yang timbul terletak pada sifat manusia dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Pertikaian abadi antara beraneka ragamnya keinginan dan kurangnya sarana memaksa manusia untuk mengadakan pilihan di antara kebutuhan-kebutuhan, guna menetapkan daftar prioritas dan kemudian mendistribusikan sumber daya sedemikian rupa sehingga mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan secara maksimum. Dalam ilmu ekonomi modern masalah pilihan ini sangat tergantung pada bermacam-macam tingkah masing-masing individu, yang terkadang tidak memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat. Namun dalam ilmu ekonomi Islam, manusia tidaklah berada dalam kedudukan untuk mendistribusikan sumber-sumber daya semaunya. Dalam hal ini ada pembatasan moral yang serius berdasarkan ketetapan Kitab Suci Al Qur’an dan Sunnah atas tenaga individu. Islam selalu menekankan agar setiap orang mencari nafkah dengan halal (Q.S., An Nisa, 4:29). Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105.
Hal ini luas artinya, karena ilmu ekonomi Islam mengambil pengetahuan dari faktor-faktor non-ekonomi seperti faktor politik, sosial, etik dan moral. Sedikit banyaknya seperti juga ilmu ekonomi terapan yang mengambil pengetahuan dari faktor-faktor non ekonomi—kekasaran dan perselisihan dunia nyata yang menjadikan imbangan condong pada putusan praktis. Demikianlah ruang lingkup ilmu ekonomi Islam yang tampaknya menjadi administrasi kekurangan sumber-sumber daya dalam masyarakat manusia dipandang dari segi konsepsi etik kesejahteraan dalam Islam. Oleh karena itu, ekonomi Islam tidak hanya mengenai sebab-sebab material kesejahteraan, tetapi juga mengenai hal-hal non material yang tunduk kepada larangan Islam tentang konsumsi dan produksi.
Demikian dapat disimpulkan bahwa dalam Islam pemenuhan kebutuhan materiil dan spiritual benar-benar dijaga keseimbangannya, dan pengaturaan oleh negara, meskipun ada, tidak akan bersifat otoriter.

Hakikat Ekonomi Islam

Dalam Islam Hakikat Ekonomi adalah kita mampu merasakan bahwa segala harta benda termasuk segala hal lain yang ada hubungannya dengan Ekonomi adalah kepunyaan Allah samata-mata, bukan kepunyaan kita. Kita hanya diamanahkan oleh Allah supaya kita dapat mengendalikan dengan sebaik-baiknya. Itulah hakikat ekonomi islam. Dengan demikian ekonomi yang diwujudkan di dunia ini adalah ekonomi akhirat dengan tujuan untuk membina iman dalam diri kita. Ekonomi untuk menginsafkan kita sebagai hamba Allah. Kalau kita berekonomi bukan untuk Allah, bukan untuk Akhirat maka akan terjadilah krisis, akan terjadilah kekacauan, perpecahan dan permusuhan. Akan berlakulah berbagai-bagai bencana dalam kehidupan manusia akibat daripada berekonomi sermata-mata untuk membangunkan dunia. Oleh kerana itu kalau kita beroleh banyak keuntungan hendaklah banyak pula kita berkorban. Semakin banyak untung semakin banyak pula pengorbanan maka akan bertambahlah pula pahala dan semakin hampir diri kita dengan Tuhan yang Maha Pemurah. Kerana Tuhan yang Maha Pemurah itulah sebenarnya yang memberi kita keuntungan dalam berekonomi. Sekalipun ekonomi kita rugi, yang penting dapat tingkatkan iman dan semakin hampir dengan Allah karena hakikatnya yang mengizinkan kita mengalami kerugian adalah Allah jua. Maka peranan ekonomi sebenarnya adalah untuk mendekatkan diri dengan Allah. Walaupun rugi pada pandangan Allah tidak rugi, sebaliknaya Allah akan memberi pahala yang besar. Itulah yang dikatakan perniagaan Akhirat.

Ruang Lingkup Ekonomi Islam

Beberapa ekonom memberikan penegasan ruang lingkup dari ekonom Islam adalah masyarakat Muslim atau negara Muslim itu sendiri. Artinya, ia mempelajari perilaku ekonomi dari masyarakat atau negara Muslim di mana nilai-nilai ajaran agama dapat diterapkan.
Sementara pendapat dalam arti luas ekonomi islam tidak ada batasan sepreti definisi di atas. Ekonomi islam melainkan lebih pada penekanan terhadap perspektif islam tentang masalah ekonomi pada umumnya yang artinya, titik tekan ilmu ekonomi islam adalah pada bagaimana islam memebrikan pandangan dan solusi atas berbagai persoalan ekonomi yang dihadapi oleh seluruh umat manusia.

Tujuan dan Prinsip Ekonomi Islam

Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:
1.Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
2.Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3.Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati maslahah (puncak sasaran) di atas mencakup lima jaminan dasar:
keselamatan keyakinan agama ( al din)
kesalamatan jiwa (al nafs)
keselamatan akal (al aql)
keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
keselamatan harta benda (al mal)
Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:
1.Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia.
2.Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3.Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4.Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.
5.Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang.
6.Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.
7.Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab).
8.Islam melarang riba dalam segala bentuk

Dasar-Dasar Etik Ekonomi Islam

Etika sebagai ajaran baik-buruk, benar-salah, atau ajaran tentang moral khususnya dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi, bersumber terutama dari ajaran agama. Itulah sebabnya banyak ajaran dan paham dalam ekonomi Barat menunjuk pada kitab Injil (Bible), dan etika ekonomi Yahudi banyak menunjuk pada Taurat. Demikian pula etika ekonomi Islam termuat dalam lebih dari seperlima ayat-ayat yang dimuat dalam Al-Quran. Namun jika etika agama Kristen-Protestan telah melahirkan semangat (spirit) kapitalisme, maka etika agama Islam tidak mengarah pada Kapitalisme maupun Sosialisme. Jika Kapitalisme menonjolkan sifat individualisme dari manusia, dan Sosialisme pada kolektivisme, maka Islam menekankan empat sifat tentang manusia dalam hubungan dengan dirinya sendiri dan lingkungan sosialnya, yaitu :
1. Kesatuan (Tauhid)
Sumber utama etika Islam adalah kepercayaan penuh dan murni terhadap kesatuan Tuhan. Hal ini secara khusus menunjukkan dimensi vertikal Islam—yang menghubungkan institusi-institusi sosial yang terbatas dan tak sempurna dengan Dzat yang sempurna dan tak terbatas. Hubungan ini dipengaruhi oleh penyerahan tanpa syarat manusia di hadapan-Nya, dengan menjadikan keinginan, ambisi, serta perbuatannya tunduk pada perintah-Nya.
Ketundukan manusia pada Tuhan membantu manusia merealisasikan potensi teomorfiknya, juga membebaskannya dari perbudakan manusia. Dengan mengintegrasikan aspek-aspek religius, sosial, ekonomi dan politik, kehidupan manusia ditranformasikan ke dalam suatu keutuhan yang selaras, konsisten dalam dirinya dan menyatu dengan alam luas. Dengan demikian, manusia bisa mencapai harmonitas sosial dengan meningkatkan rasa memiliki persaudaraan universal.
2. Keseimbangan/kesejajaran (al-`Adl wa al-Ihsan)
Al-Qur’an menyatakan:
’Sesungguhnya, Allah menyuruh kamu berbuat adil dan ihsan.” (QS. 16:90).
Sebagai cita-cita sosial, prinsip keseimbangan/kesejajaran menyediakan penjabaran yang komplit seluruh kebajikan dasar institusi sosial: hukum, politik dan ekonomi. Pada dataran ekonomi, prinsip tersebut menentukan konfigurasi aktivitas-aktivitas distribusi, konsumsi serta produksi yang terbaik, dengan pemahaman yang jelas bahwa kebutuhan seluruh anggota masyarakat yang kurang beruntung dalam masyarakat Islam didahulukan atas sumber daya riil masyarakat. Sebagaimana kesatuan, sifat kesejajaran juga terbentuk sejak semula pada diri Tuhan sendiri, yang juga Maha Adil, Pemberi Kesejajaran. Inilah alasan mengapa prinsip keseimbangan/kesejajaran merupakan nilai etik fundamental, yang merangkum sebagian besar ajaran etik Islam—yakni, diinginkannya pemerataan kekayaan dan pendapatan, keharusan membantu orang yang miskin dan membutuhkan, keharusan membuat penyesuaian-penyesuaian dalam spektrum hubungan-hubungan distribusi, produksi, konsumsi dan sebagainya.
3. Kebebasan (Ikhtiyar)
Dalam pandangan Islam manusia terlahir memiliki ’kehendak bebas’—yakni, dengan potensi menentukan pilihan di antara pilihan-pilihan yang beragam. Karena kebebasan manusia tak dibatasi dan bersifat voluntaris, maka dia juga memiliki kebebasan untuk mengambil pilihan yang salah. Satu penjelasan lain adalah bahwa dalam perspektif Islam, manusia tidak terbelenggu oleh determinisme historis. Jika Tuhan Maha Tahu,Dia juga Pengadil sempurna atas tingkah laku tempat manusia menjalankan hak asasinya untuk memilih antara yang baik dan yang buruk serta keadaan-keadaan lain yang berada di antara kedua ekstrim tersebut.
4 .Tanggung jawab (Fardh)
Konsepsi tanggung jawab dalam Islam secara komprehensif ditentukan. Ada dua aspek fundamental dari konsep ini yang harus dicatat sejak awal. Pertama, tanggung jawab menyatu dengan status kekhalifahan manusia—keberadaannya sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Manusia sebagai wakil (khalifah) Tuhan di dunia tidak mungkin bersifat individualistik karena semua (kekayaan) yang ada di bumi adalah milik Allah semata, dan manusia adalah kepercayaannya di bumi. Kedua, konsep tanggung jawab dalam Islam pada dasarnya bersifat sukarela dan tidak harus dicampuradukkan dengan ’pemaksaan’, yang ditolak sepenuhnya oleh Islam. Inilah keadaan di mana seorang individu akan memandang berada dalam kepentingannya sendiri karena kadar moral dan pertimbangan-pertimbangan non-uang meningkat dalam kesadarannya.
Kita perlu mencatat apa yang bukan tanggung jawab manusia. Pertama, manusia tidak bertanggung jawab atas perbuatan orang lain. Kedua, orang tidak bertanggung jawab atas perbuatan nenek moyangnya di masa lalu. Ketiga, tanggung jawab manusia adalah seukuran dengan kemampuan fisik dan finansialnya untuk memikulnya. Keempat, tanggung jawab seorang manusia berakhir manakala kebebasan seorang manusia lain bermula. Dengan demikian, dalam menunaikan tanggung jawabnya, orang harus berhati-hati dalam melaksanakannya secara moderat dan dengan keputusan yang baik.

Tokoh-Tokoh Ekonomi Islam

Ibn Khaldun

Ibn Khaldun telah membincangkan beberapa prinsip dan falsafah ekonomi seperti keadilan (al adl), hardworking, kerjasama (cooperation), kesederhanaan (moderation), dan fairness.
Berhubung dengan keadilan (Justice), Ibn Khaldun telah menekankan bahawa keadilan merupakan tulang belakang dan asas kekuatan sesebuah ekonom. Apabila keadilan tidak dapat dilaksanakan, sesebuah negara akan hancur dan musnah.
Menurut beliau, ketidakadilan tidak sahaja difahami sebagai merampas wang atau harta orang lain tanpa sebarang sebab yang diharuskan. Malah, mengambil harta orang lain atau menggunakan tenaganya secara paksa atau membuat dakwaan palsu terhadap orang lain. Begitu juga kalau meminta seseorang melakukan sesuatu yang berlawanan dengan Islam.
Beliau mengkategorikan perampas harta orang lain secara tidak sah hingga memberi kesan kepada kehidupan isteri dan keluarga sebagai paling tidak adil. Menurut beliau lagi, seseorang yang membeli harta seseorang dengan harga yang paling murah termasuk dalam kategori memiliki harta cara yang tidak betul.
Ketidakadilan seumpama di atas membawa kepada kejatuhan sesebuah negara dan keruntuhan sesebuah tamadun dengan segera. Menurut Ibn Khaldun, atas sebab sebab tersebutlah semua bentuk ketidakadilan dilarang oleh Islam.

Manusia dan Ekonomi

Berdasarkan analisis mendalam, didapati kesemua teori ekonomi dan idea Ibn Khaldun tentang manusia berdasarkan kepada prinsip-prinsip dan falsafah Islam. Ibn Khaldun tidak melihat fungsi utama manusia dalam aktiviti perekonomiannya seumpama haiwan ekonomi (economic animal). Sebaliknya beliau menganggap manusia itu sebagai manusia Islam (Islamic man/homo Islamicus) yang memerlukan pengetahuan ekonomi untuk memenuhi misinya di atas muka bumi ini.
Dalam hal ini, Ibn Khaldun menekankan perlunya manusia menjauhi perbuatan jahat. Sebaliknya manusia wajib mengikuti ajaran Islam sebagai model untuk memperbaiki dirinya dan mesti memberikan keutamaan kepada kehidupan akhirat.
Teori Pengeluaran
Ibn Khaldun mengemukakan teori bahawa kehidupan perekonomian sentiasa menghala ke arah pelaksanaan keseimbangan antara penawaran dengan permintaan. Menurut beliau pengeluaran berasaskan kepada faktor buruh dan kerjasama masyarakat. Bahkan beliau menganggap buruh merupakan faktor terpenting dalam proses pengeluaran walaupun faktor-faktor lain seperti tanah tersedia, tenaga buruh perlu untuk menghasilkan matlamat akhir.
Selain itu beliau berpendapat bahawa kenaikan yang tetap pada paras harga amat perlu untuk mengekalkan tahap produktiviti. Dalam hal ini beliau menyarankan agar masyarakat melakukan perancangan supaya setiap bidang pekerjaan dilakukan oleh orang yang mahir dan cakap.
Walau bagaimanapun, pertumbuhan ekonomi (economic growth) dan pembahagian tenaga buruh bergantung rapat dengan pasaran. Di sini dapatlah dinyatakan bahawa teori pembahagian tenaga buruh, pengkhususan tenaga buruh, dan pertukaran yang dikemukakan oleh Ibn Khaldun 100 tahun lebih awal daripada Adam Smith yang juga mengemukakan teori yang sama.
Teori Nilai, Uang dan Harga
Ibn Khaldun tidak secara jelas membezakan antara teori nilai diguna (use value) dengan nilai pertukaran (exchange value). Tetapi beliau dengan tegas berhujah bahawa nilai sesuatu barangan bergantung kepada nilai buruh yang terlibat dalam proses pengeluaran.
"Semua usaha manusia dan semua tenaga buruh perlu digunakan untuk mendapatkan modal dan keuntungan. Tidak ada jalan lain bagi manusia untuk mendapatkan keuntungan melainkan melalui penggunaan buruh, kata Ibn Khaldun.
Teori Pengagihan
Menurut Ibn Khaldun harga barangan terdiri daripada tiga elemen utama iaitu gaji atau upah, keuntungan, dan cukai. Ketiga-tiga elemen ini merupakan pulangan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, beliau membahagikan ekonomi kepada tiga sektor iaitu sektor pengeluaran, pertukaran, dan perkhidmatan awam.
Menurut Ibn Khaldun, nilai atau harga sesuatu barangan sama dengan kuantiti buruh yang terlibat dalam pengeluaran barangan berkenaan. Harga buruh merupakan asas kepada penentuan harga sesuatu barangan dan harga buruh itu sendiri ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran dalam pasaran. Manakala keuntungan terhasil daripada perbezaan yang diperoleh oleh peniaga antara harga jualan dengan harga belian. Namun begitu perbezaan antara kedua-dua harga itu.

Ibn Qayyim

Ibn Qayyim dalam penulisannya juga telah menyentuh beberapa perkara berkenaan dengan falsafah ekonomi Islam iaitu konsep manusia Islam (homo islamicus) dan manusia bukan ekonomi (non homo economicus), konsep keadilan dan nilai-nilai etika dalam ekonomi, aktiviti ekonomi, kerjasama dan pembahagian buruh, pemilikan harta kekayaan oleh individu, dan peranan kerajaan dalam ekonomi.
Dalam hal ini, Ibn Qayyim menggariskan asas kepercayaan Islam bahawa setiap manusiabertanggungjawab membimbing diri sendiri ke arah menjadi hamba Allah yang baik dan Allah S.W.T merupakan sumber pedoman dan petunjuk.
Dalam pengajian ekonomi, manusia digambarkan sebagai makhluk yang sifat, gelagat, dan tindakannya mementingkan diri sendiri, tamak, haloba, dan menjadikan keuntungan sebagai asas penting dalam semua jenis aktiviti ekonomi. Jadi, setiap manusia bertanggungjawab terhadap perbuatannya dan Allah S.W.T menjadi pedoman dan petunjuk ke arah jalan yang betul.
Selain itu, Ibn Qayyim menekankan bahawa hidup di dunia ini merupakan ujian dan cobaan daripada Allah S.W.T. Ujian yang dikenakan kepada manusia itu boleh sama ada dalam bentuk anugerah harta kekayaan ataupun diberikan kehidupan yang susah. Anugerah kekayaan kepada seseorang tidak bermaksud Allah S.W.T sayang kepadanya. Demikian juga ujian kemiskinan tidak bermaksud Allah S.W.T benci kepada seseorang. Harta kekayaan yang dimiliki oleh manusia bukanlah bererti hidup ini penuh dengan kesenangan.
Ibn Qayyim juga ada menyentuh soal keadilan yang merupakan teras semua aspek dalam kehidupan. Menurut Ibn Qayyim, keadilan merupakan objektif dan matlamat utama Syariah. Hal ini demikian adalah kerana Syariah itu mengandungi keadilan, keberkatan, dan kebijaksanaan. Perkara yang bercanggah dengan keadilan akan menukarkan keberkatan dan kebajikan kepada laknat dan kejahatan, dan daripada kebijaksanaankepada sesuatu yang tidak berfaedah kepada Syariah.
Sehubungan dengan itu Ibn Qayyim menjelaskan nilai-nilai etika yang baik seharusnya diamalkan oleh orang Islam dalam kegiatan ekonomi mereka. Antara nilai etika yang baik ialah kepatuhan kepada Allah SWT, ketaatan kepada agama, sifat baik, jujur, dan benar. Apabila nilai etika tersebut diamalkan dalam kehidupan seharian terutamanya dalam kegiatan ekonomi, akan menjauhkan nilai-nilai jahat seperti pembohongan, penipuan, dan korupsi.

 dari bermacam-macam sumber

Senin, 26 Oktober 2009

konsep pajak dan pendapatan pemerintah daerah

BAB I
PENDAHULUAN

Menurut teori fiskal tradisional menyebutkan tentang sangat terbatasnya basis pajak pemerintah daerah. Pajak daerah yang bagus hanya yang mudah dalam administrasinya secara daerah, yang semata-mata dipaksakan pada daerah saja, dan yang tidak menaikkan problem “keharmonisan” dan “kompetisi” antara pemerintah daerah atau antara daerah dan pemerintah pusat. Sumber penerimaan yang besar biasanya adalah pajak property, mungkin terkadang yang kedua adalah pajak kendaraan bermotor, tetapi tak lebih banyak dari iuran pengguna.
Dengan diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, pemerintah daerah diharapkan mampu mandiri dalam mengelola keuangannya, baik dari penerimaan maupun pembiayaan dan pengeluarannya. Pemerintah menggali potensi penerimaan pajak untuk meningkatkan penerimaan daerahnya. Sehingga pemerintah daerah berupaya untuk meningkatkan pendapatan daerahnya melalui pajak, retribusi dan lainnya. Upaya pajak merupakan aspek relevan bila dikaitkan dengan tujuan otonomi daerah, yaitu peningkatan kemandirian daerah. Kemandirian daerah seringkali diukur dengan menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dimana pajak daerah dan retribusi daerah menjadi komponen PAD yang memberikan kontribusi yang sangat besar.







BAB II
PEMBAHASAN

Berikut ini adalah sumber-sumber penerimaan pemerintah daerah (subnational):
1. User Charges (Retribusi)
Dianggap sebagai sumber penerimaan tambahan, tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan efisiensi dengan menyediakan informasi atas permintaan bagi penyedia layanan publik dan memastikan apa yang disediakan oleh penyedia layanan publik minimal sebesar tambahan biaya (Marginal Cost) bagi masyarakat. Ada tiga jenis retribusi, antara lain:
a) Retribusi perizinan tertentu (service fees), seperti penerbitan surat izin (pernikahan, bisnis, kendaraan bermotor) dan berbagai macam biaya yang diterapkan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan. Pemberlakuan biaya/tarif kepada masyarakat atas sesuatu yang diperlukan oleh hukum tidak selalu rasional.
b) Retribusi jasa umum (Public Prices), adalah penerimaan pemerintah daerah atas hasil penjualan barang-barang privat dan jasa. Semua penjualan jasa yang disediakan di daerah untuk dapat diidentifikasi secara pribadi dari biaya manfaat publik untuk memberikan tarif atas fasilitas hiburan/rekreasi. Biaya tersebut seharusnya diatur pada tingkat kompetisi swasta, tanpa pajak dan subsidi, dimana itu merupakan cara yang paling efisien dari pencapaian tujuan kebijakan publik, dan akan lebih baik lagi jika pajak subsidi dihitung secara terpisah.
c) Retribusi jasa usaha (specific benefit charges), secara teori, merupakan cara untuk memperoleh keuntungan dari pembayar pajak yang kontras seperti pajak bahan bakar minyak atau pajak Bumi dan Bangunan.

2. Property Taxes (pajak Bumi dan Bangunan)
Pajak Property (PBB) memiliki peranan yang penting dalam hal keuangan pemerintah daerah, pemerintah daerah di kebanyakan negara berkembang akan mampu mengelola keuangannya tapi hak milik berhubungan dengan pajak property. Jika pemerintah daerah diharapkan untuk memerankan bagian penting dalam keuangan sektor jasa (contoh: pendidikan, kesehatan), sebagaimana seharusnya mereka akan membutuhkan akses untuk sumber penerimaan yang lebih elastis.
3. Excise Taxes (pajak cukai)
Pajak cukai berpotensi signifikan terhadap sumber penerimaan daerah, terutama pada alasan administrasi dan efisiensi. Terutama cukai terhadap pajak kendaraan. Pajak tersebut jelas dapat dieksploitasi lebih lengkap daripada yang biasanya terjadi di sebagian besar negara yaitu dari perspektif administrative berupa pajak bahan bakar dan pajak otomotif.
Pajak bahan bakar juga terkait penggunaan jalan dan efek eksternal seperti kecelakaan kendaraan, polusi dan kemacetan. Swastanisasi jalan tol pada prinsipnya dapat melayani fungsi pajak manfaat, didasarkan pada fitur umur dan ukuran mesin kendaraan (mobil lebih tua dan lebih besar biasanya memberikan kontribusi lebih kepada polusi), lokasi kendaraan (mobil di kota-kota menambah polusi dan kemacetan), sopir catatan (20 persen dari driver bertanggung jawab atas 80 persen kecelakaan), dan terutama bobot roda kendaraan (berat kendaraan yang pesat lebih banyak kerusakan jalan dan memerlukan jalan yang lebih mahal untuk membangun).
4. Personal income Taxes(Pajak Penghasilan)
Di antara beberapa negara di mana pemerintah subnasional memiliki peran pengeluaran besar dan sebagian besar otonom fiskal adalah negara-negara Nordik. Pajak pendapatan daerah ini pada dasarnya dikenakan pada sebuah flat, tingkat daerah didirikan pada basis pajak yang sama sebagai pajak pendapatan nasional dan dikumpulkan oleh pemerintah pusat.
Individu juga dikenakan pajak pendapatan daerah progresif basis yang sama seperti pajak pendapatan nasional dan pajak (seperti Inggris "komunitas charge") dikenakan pada nasional per kapita ditentukan tingkat variasi ukuran kotamadya, hanya saja dikenakan pada nonresidents yang bekerja di kotamadya. Semua pajak ini dinilai dan dikumpulkan secara daerah.
Tambahan biaya daerah di pusat pajak penghasilan pribadi (PDL) baru-baru ini diusulkan di beberapa negara berkembang dan negara transisi, seperti Afrika Selatan dan hungaria. pemerintah daerah tidak memiliki kebebasan dalam menetapkan tingkat pajak. Oleh karena itu distribusi hasil pendapatan lebih baik dianggap sebagai kombinasi dari pajak nasional dan antar pemerintah yang terkait. Transfer fiskal dikumpulkan secara daerah penerimaan pajak nasional atas sumber pendapatan daerah. Jika pemerintah daerah tidak bertanggung jawab atas pendapatan yang mereka terima, kenyataannya terlalu jauh untuk mempertimbangkan pendapatan seperti pajak daerah. Sebaliknya, biaya tambahan yang ditentukan secara daerah jelas pajak local sendiri dalam hal akuntabilitas memaksakan pajak dan pengeluaran pendapatan ditempatkan tepat di pemerintah daerah. Di Kanada, misalnya, di mana pemerintah pusat sama-sama menilai dan mengumpulkan pajak pendapatan, provinsi dapat menetapkan harga yang berbeda dan karenanya mempengaruhi melalui tindakan-tindakan mereka sendiri jumlah pendapatan yang diperoleh mereka.
Salah satu alasan pemerintah daerah diberi akses pajak penghasilan di negara maju adalah karena ketergantungan dari pemerintah pusat pada sumber pendapatan. Meskipun demikian, kemungkinan memaksakan daerah (dalam beberapa kasus daerah) biaya tambahan pajak pendapatan pribadi harus dibahas lebih lanjut di sebagian besar negara. Meskipun biaya tambahan seperti itu mungkin bervariasi dari satu wilayah ke wilayah, mereka harus dalam semua kasus bisa dikenakan pada satu ( "flat") menilai untuk menghindari baik administrasi dan distorsi ekonomi.
Implementasi pajak pendapatan dapat mengambil dua format dasar: menolak pajak akhir pada pembayaran dan sumber pajak berdasar pada penyimpanan deklarasi pajak. Pajak-pajak yang masih harus disetorkan mungkin digunakan dikemudian kasus, tetapi itu adalah pembayaran sementara (sebagai ganti pajak akhir), untuk menjadi pengganti kerugian yang melawan terhadap kewajiban menghitung pada pajak deklarasi itu. Yang manapun format bisa, pada prinsipnya, diterapkan sebagai pajak subnational pemerintah bertindak bebas atau sebagai suatu subcharge pada pajak dari pemerintah pusat.
Tugas pendapatan diperumit jika orang-orang tidak bekerja jika mereka (atau keluarga-keluarga mereka) tinggal. Menolak akhir pada sumber adalah melainkan dengan mudah menerapkan dan dapat, pada prinsipnya, dibenarkan jika dibutuhkan untuk membiayai keuntungan-keuntungan jabatan dalam pemerintahan berhubungan dengan pendapatan pendapatan. jika, bagaimanapun, kebanyakan jabatan dalam pemerintahan yang disajikan ke rumah tangga adalah konsumsi orang yang hidup, dan bukan mereka yang bekerja, distribusi pendapatan dari pajak antar yurisdiksi seperti itu biasanya tidak mungkin untuk memenuhi biaya-biaya dalam menyediakan jasa.
Pajak deklarasi bisa, pada prinsipnya, digunakan untuk meninggalkan kediaman berbasis pajak penghasilan. Perpajakan negara merdeka (difasilitasi Namun, dengan informasi dari pajak pendapatan dari pemerintah federal) adalah aturan di Amerika Serikat. Oleh perbandingan. Provinsi biaya tambahan yang dikelola oleh pemerintah pusat lebih umum di Kanada. Seperti masalah di atas, ada banyak yang bisa dikatakan untuk sistem biaya tambahan diatur secara terpusat. Negara-negara berkembang mengalami kesulitan menerapkan pajak berdasarkan incom deklarasi, kecuali dalam kasus-incom tinggi individu; bagi mereka dengan pendapatan rendah, sebagian besar harus LDCs sangat mengandalkan penggunaan terakhir dengan memegang pajak. Dengan demikian, mungkin hampir impossibleto saluran incom pendapatan dari pajak yang dibayar oleh komuter (dan orang lain yang tidak bekerja di mana mereka atau keluarga mereka tinggal) untuk wilayah tempat tinggal.
5. Payroll Taxes
Pajak tersebut memiliki beberapa kelebihan yaitu jasa-jasanya mudah dalam administrasinya, setidaknya ketika dikenakan pada perusahaan besar dan relatif produktif pada tingkat yang relatif rendah. Kekurangannya adalah pajak bertindak sebagai penghalang untuk mendapatkan pekerjaan di sektor modern dan memperkenalkan distorsi ke dalam campuran aktor keputusan; dan di sebagian besar Negara, pajak gaji sudah banyak dimanfaatkan untuk membiayai sistem jaminan sosial(pusat). Pada prinsipnya, jika tidak begitu jelas dalam praktek, seperti lubang subnasional dapat lebih mudah dikenakan pada tujuan (penduduk) dari asal (pekerjaan) dasar, faktor penting dalam mempertimbangkan potensi subnasional distortionary faktor aspek pajak. Meskipun dalam pajak gaji terdapat panggilan untuk pemeriksaan lebih dekat terhadap penerima biaya tambahan, di sini secara nasional basis PIT sepertinya cara yang lebih tepat untuk pemerintah subnasional pajak upah di sebagian besar negara-negara berkembang dan transisi.
6. Pajak konsumsi
Di banyak negara, mencari sumber pendapatan daerah yang secara ekonomi layak, terhormat dan administratif, terutama dengan suatu elastisitas yang masuk akal, datang ke pajak penjualan umum. Pajak penjualan umum sekarang ditemukan di kebanyakan negara adalah sumber PPN yang banyak disukai. Dominasi dari PPN telah menimbulkan masalah serius bagi keuangan pemerintah daerah. Beberapa menekankan kepatuhan tinggi dan biaya administrasi. Penekankan lain kemungkinan untuk kehilangan kontrol makroekonomi dan keengganan umum pemerintah pusat untuk berbagi ruang PPN. Yang lain lagi menekankan masalah yang timbul dari lintas-perbatasan (antarnegara) perdagangan. Subnasional itu jika dikenakan pada dasar asal-usul, distortionary, dan jika dikenakan pada tujuan dasar, tidak bisa dijalankan.
Di Kanada merupakan suatu operasional "PPN ganda", sistem pajak dan basis pajak ditetapkan secara independen oleh pemerintah masing-masing walaupun pada dasarnya sama. Kanada menunjukkan bahwa dengan administrasi pajak yang baik itu layak untuk mengoperasikan PPN pada tingkat subnasional pada tujuan dasar, setidaknya untuk pemerintah regional yang besar.


7. Pajak Bisnis
Pajak bisnis daerah dan regional dalam bentuk-bentuk seperti pajak pendapatan perusahaan, pajak modal, pajak property nonhunian, dan seperti pungutan kuno sebagai octroi, patente, dan berbagai bentuk pajak "industri dan perdagangan" yang ditemukan di sebagian besar negara. pajak bisnis subnasional sangat luas dan populer dengan para pejabat dan warga Negara karena mereka sering menghasilkan pendapatan yang substansial dan secara khusus cenderung jauh lebih elastis daripada, misalnya, pajak property; dan tidak ada orang yang cukup yakin dengan insiden pajak tersebut yang mengasumsikan atau menegaskan bahwa pajak dibayar oleh seseorang yang bukan penduduk setempat.
Kasus ekonomi pajak bisnis daerah hanya sebagai bentuk keuntungan umum pajak. Manfaat pajak tidak hanya pada tingkat subnasional tetapi memang penting untuk pencapaian efisiensi. Jika memungkinkan, pelayanan publik tertentu menguntungkan perusahaan bisnis yang spesifik tentu saja harus dibayar oleh retribusi yang sesuai. Tapi di mana itu tidak layak untuk menutup biaya marjinal mengurangi biaya pengeluaran sektor publik melalui retribusi, beberapa bentuk secara luas berbasis retribusi umum kegiatan usaha wesssll dapat dijamin. Namun, untuk menemukan dukungan pajak ini salah satu masukan untuk pajak, bagaimanapun, apakah tenaga kerja (pajak gaji) atau modal (pajak penghasilan badan). Sebaliknya, iuran berbasis umum untuk campuran faktor netral harus dipaksakan, seperti pajak atas nilai tambah.

PRINSIP UMUM SOUND TAX ASSIGMENT
Konsentrasi alokasi sumber daya
Richard Musgrave dalam The Theory of Public Finance mendiskripsikan 3 fungsi pemerintah yaitu stabilitas makroekonomi, redistribusi pendapatan, dan alokasi sumber daya. Pemerintah daerah efektif dala upaya mengimplementasikan yang pertama. Akibat terbesar dari pemantapan kebijakan subnational dirasakan berada di luar batas jurisdiksi. Selain itu, ketidakmampuan untuk terlibat dalam kebijakan moneter merintangi upaya di pendanaan defisit. Subnational mencoba meredistribusikan pendapatan menjadi counterproductive, driving-out modal dan pendapatan individu yang tinggi. Saran ini yang pemerintah subnational pertimbangkan, sebagian besar hanya membuat penggunaan terbatas dari pajak pendapatan individu progresif dan pajak pendapatan perusahaan.
Dengan perbandingan, pemerintah subnational dapat bermain satu peran yang signifikan dalam memenuhi fungsi alokasi sumber daya dengan menyediakan jasa yang ditandai secara geografis daerah memberikan pelayanan terbatas dan ekonomi skala terbatas. Otonomi fiscal Subnational memerlukan tidak hanya memiliki sumber daya mereka sendiri sebagai pendapatan namun juga mampu mengontrol tingkat pendapatan pada marjin, mereka harus mampu untuk mengatur tingkat pajak yang sesuai dengan keinginan dari pemberi suara (voters).
Peran dari Manfaat Pajak
Iuran, beban dan pajak berhubungan erat dengan keuntungan dari belanja publik yang adil rumah tangga dan perusahaan membayar untuk apa yang meraka dapatkan dan mendapat apa yang mereka bayarkan dan iuran, beban dan pajak mendorong penggunaan sumber daya yang efissien. Sebagai contoh misalnya dengan mengunakan pajak BBM untuk membayar pembangunan dan pemeliharaan jalan raya. Keuntungan pajak harus digunakan pemerintah untuk menyediakan pembiayaan yang bermanfaat.
Hubungan antara pajak dan manfaatnya sering lemah, hal ini karena keterbatasan aplikasi literal (harfiah) dari teori keuntungan perpajakan. Teori tersebut dapat menginformasikan keputusan dalam penetapan pajak. Sebagai contoh, jika diumpamakan manfaat secara menyeluruh dari pelayanan publik tidak dapat dibayarkan dengan iuran, beban dan pajak berhubungan erat dengan dimana mereka tinggal daripada dimana mereka bekerja, consumption-based sales tax atau residence-based income tax atau source-based income tax. Lebih dari itu , harmonisasi pajak yang mungkin dibutuhkan untuk mempermudah pemenuhan dan administrasi tidak memperpanjang ke pemilihan tingkat pajak.
Prinsip dan batas yang lainnya
Dalam penetapan pajak dikenal prinsip dan batas yang lain. Hal ini terkadang saling tidak konsisten.
• Tax competition. Kompetisi dalam penawaran atas publik servis dan dalam disiplin perpajakan politisi dan birokrat menjadi efisien dan untuk menyediakan pelayanan yang diinginkan masyarakat. Ini juga membutuhkan pilihan daerah atas tingkat pajak.
• Kenetralan geografis. Pajak yang ditarik pemerintah tidak terlalu tercampur dengan perdagangan internal dan internasional tida menyimpang dari lokasi aktivitas ekonomi. Hal ini mengimplikasikan bahwa pemerintah daerah tidak memungut pajak penjualan atas barang produksi (production-related sales tax) atau pajak pendapatan terkait dengan sumber daya (source-related income tax) kecuali dimana dibutuhkan untuk menggambarkan biaya penyediaan jasa (atau dimana diperlukan realitas administrasi sebagai contoh kemudahan lebih besar administrasi PPh daripada PBB)
• Menghindari ekspor pajak. Inti dari pemungutan pajak oleh pemerintah secara umum tidak dipikul oleh non penduduk. Pajak ekspor tidak fair dan itu mendorong over ekspansi publik servis.
• Kelayakan administrasi. Hal ini juga memungkinkan untuk menerapkan penetapan pajak oleh pemerintah tanpa biaya administrasi dan pemenuhan yang tak pantas.
• Subsidiarity. Pengalaman internasional menyarankan hal ini secara umum akan lebih mudah terutama dalam negara miskin (less developed countries)dan negara yang mengalami transisis dari sosialisme (CITs) pemerintah pusat melalui pemerintah daerah mendanai pengeluaran mereka. Untuk menghindari kecenderungan mengakibatkan ketidak seimbangan fiskal., pemerintah daerah dapat menetapkan sumber penerimaan yang tidak dapat melanggar prinsip dan batas- batas.
• Penetapan unik (unique assignment): kesalahan batas. Kepercayaan bahwa pajak tertentu harus ditentukan tidak hanya 1 level dari pemerintah adalah tidak memiliki dasar. Given tax dapat menyediakan satisfactory basis (basis kepuasan) antara pajak pemerintah pusat dan daerah (dan untuk pajak lebih dari 1 level daerah). Sebagai contoh misalnya di US keduanya pemerintah federal dan kebanyakan dari negara menarik pajak pendapatan individu, dan beberapa negara mengumpulkan pajak pendapatan atau pajak pertambahan nilai untuk pemerintah daerahnya.

Metode alternatif dalam penetapan pajak
Metode dalam menetapkan pendapatan pemerintah daerah berbeda dengan desentralisasi fiskal, kemudahan dalam pemenuhan dan administrasi, keadilan/kejujuran dan netralitas dan tingkat redistribusi hukum dapat mereka akomodasi. Hal ini tepat untuk melihat dengan jelas 4 ciri: (a) level pajak yang dipilih pemerintah dari penerimaan yang diterima pemerintah daerah, (b) definisi pajak, (c) tingkat pajak, (d) yang mengadministrasi pajak. Dari pandangan mengenai subnasional kedaulatan fiskal, kapasitas untuk mengatur tingkat tarif scara jelas adalah paling penting, hal ini mengijinkan pemerintah daerah untuk menentukan tingkatnya terhadap pelayanan publik. Pemerintah daerah secara jelas tidak diizinkan pertimbangan total dalam memilih pajak yang mereka pungut, contoh mereka tidak dapat menentukan memungut bea impor dalam perdagangan internasional atau perdagangan antara subnational yuridis atau untuk memaksakan pajak seperti pajak ekspor dalam lingkup lebih luas. Kebebasan subnational berlebihan pada pilihan pajak dan di administrasi pajak dapat menciptakan kompleksitas yang tidak dapat diterima dan beban administratif, seperti halnya ketidak-layakan dan distorsi pada alokasi dari sumber daya.
• Legislatif dan administrasi independen daerah menawarkan pemerintah daerah otonomi fiskal.Melalui pendekatan ini pemerintah daerah menentukan pajak yang mereka pungut dan mendefinisikan tax basenya, mengatur tingkat pajak dan mengadministrasi pajak. Pendekatan ini mengikuti US. Pendekatan ini rentan terhadap ketidak konsistenan, kerja ganda,dan terlalu banyak dan kompleks syarat serta administrasinya.
• Administrasi independen tak terikat dengan pajak yang diselaraskan. Satu cara untuk mengatasi kompleksitas dari legislasi independen, sementara memelihara pemerintah daerah mengontrol administrasi pajak, adalah untuk pemerintah subnational untuk sependapat pada pajak mendasarkan mengenakan mereka, tapi memegang tanggungjawab untuk administrasi. ini sebenarnya apa punya occured pada perserikatan eropa dengan hormat ke pajak pertambahan nilai. yang keenam direktif dan pengganti ini melarang apa negara anggota dapat lakukan, tapi tidak memusatkan administrasi. Beberapa percaya jenis ini dari penyelarasan dari bea balik nama status diperlukan pada US
• Biaya tambahan daerah kebanyakan dari hal keuangan penting otonomi dari independen legislasi subnational dan administrasi, tanpa ini ketidakadilan, distorsi, kompleksitas dan masalah dari kepatuhan dan administrasi.
• Tax sharing secara umum lebih sedikit atraktif daripada biaya tambahan daerah.
• Revenue sharing adalah bukan bagian dari penetapan pajak, hal ini merupakan penetapan pendapatan dari level pemerintahan yaang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah.
Analisis konseptual dari pajak tertentu
Argumen konseptual yang kuat mengenai penetapan sumber pendapatan tertentu ke pemerintah pusat atau daerah (atau keduanya) dijelaskan dalam ringkasan berikut. Sebagai bagian berikutnya menandai untuk alasan administratif tidak semua penetapan atraktif secara konseptual adalah praktis.
• Pajak pendapatan individu cocok diigunakan untuk beberapa tingkat pemerintahan. Dimana pemerintah pusat menggunakan pajak pendapatan progresif untuk stabilisasi dan redistribusi sedangkan pemerintah daerah lebih menggunakan tingkat regresif untuk membiayai keuntungan secara menyeluruh dari public service.
• Pajak penjualan, dalam teori manfaat pendanaan secara umum ditentukan pemerintah pusat dan daerah. Jenis pajak ini harus ditentukan yang menjadi ketetapan terutama mengenai batas kekuasaan daerah dimana konsumsi terjadi. Demikian pajak penjualan dan dasar tujuan VAT secara konseptual unggul hingga dasar asal VATs.
• Pajak dapat digunakan untuk mengimplementasikan prinsip keuntungan jika konsumsi pajak barang dan jasa berhubungan erat terhadap manfaat pelayanan publik atau public cost ditmbulkan karena aksi pribadi (pajak terhadap produksi rokok dan minuman beralkohol digunakan untuk membiayai biaya perlindungan kesehatan sehubungan dengan rokok dan minuman alkohol). Konsumsi barang mewah dapat digunakan untuk meningkatkan kemajuan pada sistem pajak, tapi pendekatan ini memiliki keterbatasan. Pajak dapat dengan baik ditugaskan lebih dari 1 level pemerintahan, pemerintah pusat dapat menggunakan pajak untuk mendanai public service yang melebihi batas ketika pemerintah daerah menggunakannya untuk mendanai public serviceyang secara geografis memiliki manfaat yang terbatas.
• Environmental levies mengganti kerusakan lingkungan dalam bentuk biaya sosial atas konsumsi atau produksi pribadi yang mengakibatkan pencemaran atau kerusakan lingkungan. Lingkungan yang rusak merupakan subjek pajak. Pajak merupakan bentuk biaya sosial yang harus dibayarkan. Pemerintah pusat dapat menentukan besarnya kompensasi atas biaya sosial yang harus dibayarkan atas ekstraksi sumber daya yang melebihi batas subnasional.
• Pajak atas sumber daya merupakan pertanyaan penting mengenai sifat alami dari pemerintah federal dan di beberapa negara. Argumen ekonomi atas pentingnya pajak terhadap sumber daya. Pertama secara geografis akses tidak sama untuk penerimaan dari pajak sumber daya alam dapat mengarah pada inefisiensi dalm ekonomi. Area yang kaya sumber daya dapat menyediakan lebih banyak public service daripada area yang miskin sumber daya pungutan pajak non sumber daya lebih rendah atau keduanya. Hl ini dapat menyebabkan atraksi nonekonomi dari modal dan tenaga kerja area yang kaya sumber daya. Sebagai tambahan wilayah yang kaya sumber daya dapat membelanjakan dana publiknya secara sosial lebih sedikit produktif daripada proyek yang terdahulu di wilayah dengan sumber daya sedikit. Akhirnya sejak penerimaan dari pajak atas sumber daya sangat tidak stabil, kecocokannya untuk membiayai pemerintah daerah adalah dugaan.
• Pajak pendapatan perusahaan adalah tidak sesuai untuk digunakan pemerintah daerah. Penggunannya oleh pemerintah untuk stabilitas makroekonomi adalah tidak tepat, pajak tidak sama dengan efek distribusi biasanya dianggap berasal dari ini ketika digunakan oleh pemerintah subnational dan ini tidak berhasil memuaskan kriteria dari manfaat perpajakan.
• Pajak properti pajak kekayaan sering menjadi sesuai untuk dipergunakan oleh pemda untuk menuntut disamaratakan keuntungan-keuntungan jabatan dalam pemerintahan. Ini adalah terutama benar ketika hak milik dan populasi adalah homogen dan kepemilikan dari hak milik adalah tersebar luas,seperti pada kasus dari petani pertanian. Dalam kondisi seperti ini pajak properti dapat disesuaikan retribusinya terkait dengan manfaat yang diperlukan untuk membayar terkait aktivitas seperti irigasi dan drainase. Seperti halnya ekonomi dan masyarakatnya menjadi lebih berbeda dan diurbanisasi, argumen ini menjadi kurang persuasif.
Pertimbangan administratif : nilai tambah pajak dan pajak penjualan
Banyak dari sumber hasil pajak yang paling utama tidaklah bersedia mengimplementasikan dari dan untuk pemerintah daerah. Dimana hal ini benar, konseptual argument harus memberi jalan ke kenyataan praktis. Pada bagian ini menjelaskan kemungkinan yang terjadi dari penetapan VAT pada pajak atau retail sales tax (RST) pada pemerintah daerah.
Nilai tambah pajak sejauh ini merupakan bentuk yang paling penting dari pajak penjualan secara keseluruhan, hal ini digunakan terutama oleh pemerintah pusat. Pertanyaan penting adalah apakah VAT cocok digunakan pemerintah daerah dengan atau tanpa VAT pada tingkat nasional. Pertimbangannya: dual sentral/ subnational RST dan standalone subnational RST (dipertimbangkan bersama - sama), “hybrid” central VAT/subnational RST, standalone subnational VAT, dan dual sentral/ subnational VAT.
A. Dual sentral/subnational RST dan standalone subnational RST.RTS pemerintah daerah dapat diimplementasikan oleh pemerin sendiri sebagai standalone pajak atau sebagai biaya tambahan atas pajak pemerintah pusat jika RTS diterapkan pemerintah pusat.
B. Pemerintah daerah membedakan RTS ketika pemerintah pusat membebankan VAT yang akan menimbulkan masalah berkaitan dengan pembayar pajak dan butuh duplikasi atas upaya administrator pajak. Lebih dari itu hal ini melibatkan masalah yang sama dari yang hadapi dengan perbatasan jarak subnational berdagang goda itu standalone subnational RTs. RST dan VAT dijalankan dengan cara yang sangat berbeda.
C. Standalone subnational VAT. Pemerintah daerah dapat memungut VAT jika pajak dipaksakan dalam penghubung dengan pajak nasional. Isu dasar apa yang harus dilakukan berhubungan dengan perdagangan antara yurisdiksi apakah untuk diterapkan aslinya atau prinsip tujuan dalam seperti misalnya perdagangan dan bagaimana.
D. Dual sentral / Subnasional VAT. Nampak bahwa suatu VAT rangkap akan bersifat mungkin dalam beberapa negara-negara. Subnational pemerintahan akan memberi tarip nol pada barang ekspor internal dan menunda pajak atas impor internal. Bird dan Gendron catat bahwa, dalam sistem yang rangkap yang dipekerjakan oleh Quebec dan pemerintahan Kanada yang pemerintah pusat, pajak dari pemerintahan pemerintah pusat "server sebagai cek silang untuk memastikan bahwa QST ( Quebec Sales Tax) belum dihindarkan" pada tukar tambah intraprovinsial mengenai. Di Eropa, ini adalah, tentu saja, tidak ada over-arching pajak euro yang mempercayakan untuk pemeriksaan silang
Bahkan di mana ada suatu VAT nasional, orang tidak bisa senang dengan penuh harapan karena pemeriksaan silang tidak boleh terjadi. Resiko bahwa pelanggan akan membuat nol pembelian dapat dikurangi yang dinilai dalam cara yang yang mengikuti jalannya. Sebagai tambahan. "reguler" VAT, pemerintahan pusat akan mengumpulkan sebuah "penyeimbangan VAT" pada perdagangan antar subnational yurisdiksi. Tingkat tarip dari yang mengganti rugi VAT boleh jadi rata-rata yang tertimbang modal subnasional tingkat tarip VAT. Pedagang yang dicatatkan membuat import dari pesanan yuridisi akan diijinkan kredit untuk masukan VAT yang yang ganti rugi, seperti halnya VAT reguler dari pemerintahan pusat. Hasil perpajakan akan bersifat tujuan yang mendasar. Seperti di ketidakhadiran dari yang mengganti kerugian VAT.
Dalam kasus pembelian dari yuridiksi lain yang dibuat secara langsung oleh konsumen dan pedagang tidak dicatatkan, penyeimbangan VAT akan suatu pajak akhir, menggantikan pajak subnational pemerintahan yang jika tidak akan tiba. Begitu, akan dilakukan ketidak adanya (atau sedikit) baik untuk menyembunyikan pembelian rumah tangga seperti bisnis pembelian. Pendapatan dari VAT pada $transaksi ini akan dibagi-bagikan antar subnational pemerintahan dengan rumusan.
Pendekatan ini telah menandai keuntungan atas rencana lain dalam hubungan dengan perdagangan dalam negeri antar yurisdiksi. Pertama, menerapkan tujuan dasar perpajakan, dibanding asal mendasarkan perpajakan. Kedua, ketidaksamaan dengan proposal mengenai komisi Eropa, itu tidak akan memerlukan sesuatu yang diperumit pada tingkat pajak. Ketiga, tidak akan memerlukan suatu cleaninghouse pada kredit pajak. Keempat, tidak akan peka untuk menyakititi dalam via penjualan ke konsumen yang menyamarkan bisnis pembelian. Akhirnya, tidak sama dengan proposal Keen-Smith, disana tidak akan ada suatu asimetri antara penjualan yang didaftarkan kepada wajib pajak dan penjualan ke orang lain. Asimetri antara penjualan ke pembeli daerah dalam yuridiksi lain yang sepertinya jauh lebih dapat dikendalikan untuk kedua-duanya, wajib pajak dan pengurus pajak dibanding asimetri Keen-Smith.

Pertimbangan Administratif: Pajak Lain
Jika suatu subnasional pajak penjualan seperti yang rangkap CENTRAL/SUBNATIONAL VAT,THE CVAT atau mungkin VIVAT, pengenalannya akan mengurangi permasalahan yang umum dalam temuan sumber pendapatan marginal kepunyaan yang memuaskan untuk subnational pemerintah. meskipun demikian, dan terutama jika suatu subnational pajak penjualan tidaklah mungkin, adalah penting untuk bertanya tentang administatif kelayakan dalam menugaskan berbagai pajak lain ke subnational pemerintah.
Yang paling penting adalah pajak dikenakan pada minuman beralkohol, produk tembakau dan bahan bakar bermotor yang paling efisien dan paling pasti dikumpulkan pada titik manufaktur atau impor. Namun untuk yurisdiksi itu kegiatan ini terjadi untuk menyimpan semua subnasional penerimaan dari cukai. Hal ini umumnya lebih masuk akal bagi pemerintah di mana konsumsi terjadi untuk menerima pendapatan. Namun, tergantung pada bagaimana distribusi terorganisasi, mungkin sulit untuk menyalurkan pendapatan ke yurisdiksi di konsumsi terjadi dan untuk konsumsi pemerintah daerah menjalankan kedaulatan atas tarif pajak. Pusat masalah terletak dalam kasus bernilai tinggi, volume-barang rendah, seperti minuman beralkohol dan produk tembakau; itu relatif mudah untuk membayar pajak-pajak yang rendah yurisdiksi dan kemudian membawa produk tersebut ke suatu yurisdiksi pajak tinggi untuk distribusi dan konsumsi. (Dalam kasus bahan bakar motor, pengendara yang tinggal di dekat yurisdiksi mendapatkan pajak rendah dan melakukan penyelundupan mereka sendiri secara terbatas dengan mengisi tank). Berbagai teknik (misalnya pajak sangat terlihat perangko) dapat digunakan dalam upaya untuk mencegah penyelundupan. Pada akhirnya, ini kemungkinan akan gagal jika terdapat perbedaan besar dalam tingkat pajak yang diterapkan oleh berbagai yurisdiksi.
Biaya untuk mobil sebesar menyerupai cukai. Pada prinsipnya, mereka adalah kandidat yang baik untuk penugasan untuk subnasional goverments karena dapat mengharuskan mobil yang terdaftar di mana mereka didorong-garaged dan mungkin ukuran yang baik ketentuan sekurang-kurangnya beberapa pelayanan publik. Sekali lagi, jika biaya regestration berbeda jauh, pelecehan mungkin terjadi, meskipun pada prinsipnya, itu harus relatif mudah untuk mencegah.
Pajak pendapatan perusahaan kadang-kadang dapat memberikan substansial "sendiri" untuk penerimaan marjinal pemerintah subnasional, meskipun tidak konseptual menarik. Perawatan harus diambil Namun, dalam desain sebuah perusahaan incom subnasional pajak.
1. Masalah dasar
Transfer pricing dan saling ketergantungan ekonomi masalah utama kepatuhan dan administrasi timbul dari kebutuhan untuk menentukan sumber perusahaan incom. Karena interaksi antara kegiatan ekonomi yang terjadi di berbagai yurisdiksi, biasanya tidak mungkin tepat untuk mengisolasi sumber incom dari suatu perusahaan (atau kelompok perusahaan yang terafiliasi) melakukan bisnis di dua atau lebih yurisdiksi. Sebaliknya, biasanya untuk menggunakan formula untuk membagi penghasilan antara yurisdiksi di mana perusahaan beroperasi. Setidaknya ada dua masalah. Pertama, buku rekening perusahaan biasanya tidak dirancang untuk mengukur incom dikaitkan dengan berbagai yurisdiksi. (Jika perusahaan tidak menggunakan "geografis terpisah akuntansi", mereka bisa memanipulasi harga transfer untuk meminimalkan pajak; lihat di bawah). Kedua, interdependensi ekonomi adalah sifat yang melekat pada korporasi modern, yaitu kegiatan salah satu bagian dari perusahaan dapat mempengaruhi bagian-bagian lain incom dengan cara yang menentang kuantifikasi. Hal ini sering tepat untuk menggunakan formula untuk membagi total incom dari perusahaan di antara yurisdiksi. Sebagai hasilnya, perusahaan-perusahaan Kanada dapat memanipulasi penjualan antara perusahaan terkait untuk menempatkan pajak incom di provinsi-provinsi dengan tarif pajak terendah.
Perlu waktu untuk kembali menekankan bahwa, bila formula yang digunakan untuk membagi penghasilan antara subnasional yurisdiksi, yang hasilnya tidak benar-benar sebuah pajak atas penghasilan yang timbul dalam yurisdiksi tertentu. Sementara rumus umumnya memberikan hasil yang memuaskan, dalam beberapa kasus, secara dramatis akan menghasilkan hasil yang salah-misalnya, dengan harga sewa sumber daya untuk menghubungkan yurisdiksi pasar daripada titik produksi. Ini tidak selalu berarti dakwaan dispositive pajak, setelah semua, cara alternatif untuk menentukan sumber geografis incom, terpisah akuntansi, sering tidak dapat diandalkan. Hal itu sugest, bagaimanapun, bahwa pemerintah subnasional harus mengandalkan pendapatan dari pajak incom perusahaan hanya jika sumber-sumber lebih memuaskan tidak menghasilkan pendapatan yang memadai.
2. Dihindari kompleksitas
Di Amerika Serikat, ada substansial konsisten dalam perundang-undangan dan praktek di perusahaan negara dari pendapatan pajak, sehingga biaya berlebihan kepatuhan dan administrasi, litigasi, dan ketidakpastian, serta ketidakadilan dan distorsi perilaku ekonomi. Sebagai perbandingan, di Kanada, baik provinsi mempekerjakan biaya tambahan atas dasar pajak pemerintah nasional atau menggunakan dasar pajak yang sangat mirip dengan basis nasional; dalam kedua kasus, mereka menggunakan formula pembagian yang sama. Pemerintah subnasional LDCs dan CITs seharusnya tidak diperbolehkan untuk "berjalan sendiri" di legislatif dan melaksanakan perusahaan mereka sendiri pajak penghasilan. Pemerintah subnasional di sebagian besar negara-negara tersebut tidak memiliki administrasi sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan terpisah dan duplikasi pajak pendapatan perusahaan yang dipaksakan oleh pemerintah pusat dan berbagai pemerintah subnasional; atau perusahaan harus dipaksa untuk memenuhi beberapa dan berpotensi pajak pendapatan perusahaan tidak konsisten. Satu-satunya yang masuk akal cara untuk menerapkan pajak pendapatan perusahaan subnasional di LDCs dan CITs adalah sebagai biaya tambahan pada pajak pemerintah pusat. Pemerintah pusat akan menentukan dasar pengenaan pajak, menggunakan satu rumus untuk membagi yang terbaik di antara subnasional yurisdiksi, dan mengumpulkan biaya tambahan yang ditetapkan oleh pemerintah subnasional, serta pajak pemerintah pusat. Biaya tambahan menyediakan sebagian besar otonomi fiskal dan pelaksanaan undang-undang independen, tanpa masalah. Alternatif pemerintah pusat dalam pembagian pendapatan dengan pemerintah subnasional (yang tidak memiliki kontrol atas tingkat pajak) adalah jelas rendah, karena tidak memberikan pendapatan marjinal kepada pemerintah subnasional.
3. Pilihan faktor-faktor dalam perusahaan
Jika rumus pembagian pendapatan yang akan dibagi dengan menggunakan rumus, maka nessary untuk memilih unsur-unsur dari rumus (yang "opportionment faktor") dan untuk mendefinisikan mereka. Hal ini, tentu saja, penting bahwa elemen-elemen dan definisi mereka akan sama dalam semua wilayah hukum. Jika tujuan menggunakan rumus pembagian dilakukan adalah berusaha mendekati sumber geografis perusahaan incom, berdasarkan asal-faktor seperti gaji, properti dan penjualan di asal yang diduga elemen yang paling tepat untuk memasukkan dalam rumus. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat, formula dari semua negara termasuk penjualan di tempat tujuan, dalam rangka memberikan pengakuan terhadap peran pasar, dengan menyalurkan sebagian pendapatan dari pajak perusahaan negara ke pasar. Ini mungkin lebih baik ditafsirkan sebagai hasil kompromi politik daripada solusi economicallydefensible. Dalam beberapa tahun terakhir, negara-negara Amerika telah bergeser dari formula tradisional yang sesuai dengan bobot yang sama tiga faktor (gaji, properti dan penjualan pada tujuan) untuk melipatgandakan penjualan pembobotan (atau pembobotan mereka bahkan lebih berat), mungkin untuk mencegah mengecilkan hati kegiatan ekonomi di dalam perbatasan mereka. Di Kanada, formula pembagian menetapkan bobot yang sama untuk penggajian dan penjualan.
4. Mengukur faktor-faktor dalam formula pembagian
Meskipun definisi dan pengukuran gaji dan penjualan bukanlah tanpa masalah, perlakuan terhadap properti pantas perhatian khusus, karena kemungkinan untuk meningkatkan masalah-masalah yang paling penting. Pertama, dari sudut pandang teoritis, yang difinition properti harus didasarkan pada aliran jasa modal, yang diukur dengan biaya pengguna modal (depresiasi ditambah biaya dana yang diinvestasikan), bukan nilai modal saham. Namun, baik tingkat depresiasi atau tingkat bunga yang sesuai untuk digunakan dalam menghitung biaya dana yang jelas. Kedua, ada masalah dalam mengukur nilai-nilai aset. Hal ini bisa diilustrasikan dengan pengalaman dari negara-negara Amerika, yang mengukur nilai properti sebagai biaya asli, tanpa penyisihan depresiasi dan tidak ada penyesuaian untuk inflasi. Kegagalan untuk mengenali depresiasi melebih-lebihkan pentingnya modal tua, dan kegagalan untuk menyesuaikan inflasi yan sesuai dengan yang di nyatkan. Sementara keduahal ini saling mengimbangi dalam keadaan tertentu (jika tingkat bunga dan tingkat depresiasi adalah sama), hasil ini tidak pasti. Hasil yang sangat mungkin menjadi problematis setelah periode cepat inflasi jika nilai aset tidak disesuaikan untuk inflasi. Dengan menghilangkan properti dari formula pembagian, Kanada menghindari masalah ini. Ketiga, aset tidak berwujud, yang penting bagi perusahaan modern, menimbulkan masalah yang lebih besar daripada aset yang nyata. Masalah yang sama yang menciptakan formula pembagian kebutuhan, saling ketergantungan ekonomi dan kurangnya harga lengan panjang, membuat sulit untuk menentukan nilai aset tidak berwujud. Hal ini juga sulit untuk menetapkan aset tersebut ke lokasi tertentu. Masalah ini mungkin akan kurang penting bagi LDCs dan CITs daripada ekonomi negara-negara maju.
Pemerintah daerah tidak hanya mensyaratkan pemerintah memiliki pendapatan yang memadai, untuk memiliki otonomi fiskal, mereka harus mampu mengendalikan jumlah pendapatan mereka menaikkan pada margin. Namun, mereka tidak perlu mengatur semua aspek kebijakan pajak; tak terkendali, pilihan subnasional pajak, basis pajak dan administrasi dapat menjadi kontraproduktif dan juga tidak perlu. Subnasional biaya tambahan mungkin merupakan bentuk paling sesuai tugas pajak, terutama untuk LDCs dan CITs. Konseptual atau masalah administratif dapat membuat perusahaan dan individu yang tidak pantas incom pajak sebagai sumber pendapatan bagi pemerintah subnasional, dan cukai mungkin tidak menghasilkan pendapatan yang memadai. Dengan demikian penting untuk sirip subnasional cara bagi pemerintah untuk memungut pajak penjualan umum. Jika hal ini dapat dilakukan, hal itu akan memberikan darah kehidupan fiskal yang tergantung desentralisasi.

Sumber penerimaan daerah menurut UU nomor 33 tahun 2004:
1) Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi terdiri atas Pendapatan Daerah
dan Pembiayaan.
2) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud sebelumnya bersumber dari:
a. Pendapatan Asli Daerah;
b. Dana Perimbangan; dan
c. Lain-lain Pendapatan.
3) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari:
a. sisa lebih perhitungan anggaran Daerah;
b. penerimaan Pinjaman Daerah;
c. Dana Cadangan Daerah; dan
d. hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan.
Berdasarkan UU tersebut juga bahwa Pendapatan Asli Daerah(PAD) bersumber dari:
a. Pajak Daerah;
b. Retribusi Daerah;
c. hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan
d. lain-lain PAD yang sah.
Lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud diatas, meliputi:
a. hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan;
b. jasa giro;
c. pendapatan bunga;
d. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan
e. komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.
Dalam upaya meningkatkan PAD, pemerintah Daerah dilarang:
a. menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya
tinggi; dan
b. menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas
penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan impor/ekspor.
Ketentuan mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang. Ketentuan mengenai hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Dana Perimbangan terdiri atas:
a. Dana Bagi Hasil;
b. Dana Alokasi Umum; dan
c. Dana Alokasi Khusus.
Jumlah Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud diatas ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN. Dana Bagi Hasil sebagaimana dimaksud di atas bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak sebagaimana dimaksud pada adalah terdiri dari:
a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor perdesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan serta kehutanan.
b. Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) sektor perdesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan serta kehutanan.
c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri.


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Jika kebijakan desentralisasi menjadi kenyataan, pemerintah daerah harus mengontrol sumber pendapatan mereka “sendiri ” . Pemerintah daerah yang tidak mempunyai/ kekurangan sumber pendapatan sendiri tidak pernah bisa benar- benar menikmati kebijakan otonomi, mereka kemungkinan dibawah jari keuangan pemerintah pusat. Pertanyaannya, lalu, sumber pendapatan yang mana yang bias dan seharusnya disetujui sebagai level sub national pemerintah dan bagaimana tugas- tugas ini diefektifkan. Kelompok pertanyaan – pertanyaan ini umumnya disebut “masalah tugas pajak”. Tugas–tugas atau kewajiban pendapatan secara dekat berhubungan pada “masalah biaya”, karena pentingnya keuntungan perpajakan dalam keuangan pemerintah daerah dan kebutuhan untuk menjamin bahwa pemerintah daerah memiliki pendapatan yang memadai untuk membiayai biaya – biaya yang disetui oleh mereka.
Secara umum tidak dipertimbangkan manfaat terkait atas pajak yang dibayarkan ke pemerintah tingkat yang lebih rendah pada perhitungan pajak pendapatan yang dibayarkan untuk tingkat pemerintah yang lebih tinggi,kecuali pada kasus dari pajak yang mendasari biaya untuk melakukan bisnis.kesimpulannya untuk tingkat pajak yang lebih rendah untuk subsidi dari tingkat pemerintah yang lebih tinggi. Melalui perbandingan ini sesuai dengan pemerintah level lebih rendah untuk mengijinkan pengurangan untuk pajak pendapatan terbayar pada tingkat pemerintah yang lebih tinggi dalam menghitung kewajiban untuk pajak pendapatan mereka.



DAFTAR PUSTAKA

• Charles E. Jr. McLure, “The Tax Assigment Problem:Conceptual and Administrative Considerations in Achieving Subnational Fiscal Autonomy.”
• Mahfud Sidik .“OPTIMALISASI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DALAM RANGKA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH”.
• Mohammad Riduansyah.”KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) GUNA MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH”. Pusat Pengembangan dan Penelitian, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.
• PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH.
• Priyo Hariadi. RELEVANSI TRANSFER PEMERINTAH PUSAT DENGAN UPAYA PAJAK DAERAH.
• Richard M. Bird, “Subnational Revenue:Realities and Prospects.”
• UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
• UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
• www.wikipedia.com.